Internasional

Kondisi Tak Menentu, KBRI Sudan Imbau WNI untuk Waspada

Rab, 24 April 2019 | 08:15 WIB

Jakarta, NU Online
Sudanese Professional Association (SPA) dan Gerakan Deklarasi Kebebasan dan Perubahan mengeluarkan pernyataan yang tidak mengakui  Dewan Transisi Militer (DTM) dan menolak negosiasi dengan DTM pada Senin (22/4).

Kondisi Sudan yang tidak menentu dan masih berlangsungnya demo di Khartoum menggerakkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Khartoum, Sudan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia di sana agar terap waspada dan berhati-hati.

"Merujuk perkembangan tersebut dan eskalasi dinamika kondisi keamanan Sudan yang tidak menentu, KBRI Khartoum mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia yang ada di Sudan termasuk di Khartoum untuk selalu waspada dan berhati-hati serta menghindari daerah-daerah unjuk rasa," tulis sebuah edaran resmi tertanggal Selasa (23/4).

KBRI Khartoum juga meminta seluruh warga Indonesia di sana untuk senantiasa menjaga komunikasi satu sama lain dan kepada pihak KBRI. "dan saling menyampaikan informasi kepada sesama WNI serta berkoordinasi dengan KBRI Khartoum," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan Eri Prasetiyanto mengungkapkan bahwa pihaknya telah diundang oleh KBRI Khartoum guna antisipasi perlindungan warga Indonesia.

"Kemarin sore KBRI mengundang seluruh pemimpin organisasi wilayah, ormas, dan politik, termasuk PCINU, dan menetapkan langkah-langkah berupa alur SOP perlindungan WNI dan rencana kontingensi menghadapi keadaan darurat," ujarnya kepada NU Online pada Selasa (23/4) malam.

Eri juga mengaku terus memantau kondisi Sudan dan selalu berkomunikasi dengan pihak KBRI. "Untuk sementra kondisi masih aman terkendali, cuma KBRI menetapkan siaga 3," kata alumnus Perguruan Mathaliul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah itu.

Meskipun demikian, Eri menjelaskan bahwa pasokan makanan masih terjaga dan studi di Universitas Internasional Afrika masih tetap berjalan. Hanya saja, beberapa kampus terpaksa meliburkan kegiatan belajar mengajarnya.

Sudan saat ini dalam kondisi yang tidak menentu. SPA yang saat ini memimpin masa transisi pascalengsernya Presiden Omar al-Bashir dan rezim pemerintahannya pada tanggal 11 April lalu, memobilisasi massa unjuk rasa terbesar di seluruh negara bagian Sudan sejak tanggal 18 Desember 2018. Mereka telah menyerahkan otoritas pembentukan pemerintahan transisi sipil kepada Gerakan Deklarasi Kebebasan dan Perubahan.

Sementara itu, Gerakan Deklarasi Kebebasan dan Perubahan mengeluarkan pernyataan penolakan terhadap ajakan negosiasi dari Dewan Transisi Militer. (Syakir NF/Fathoni)