Kisah Pilu TKW Cari Keadilan di Hong Kong (3)
NU Online · Senin, 6 Oktober 2014 | 16:59 WIB
Jakarta, NU Online
Saat diwawancara kemudian, Mary bercerita bahwa ia ingin Suk Suk membayar kejahatannya. Tapi ia juga mesti mencari pekerjaan baru. Ia memperkirakan kasus bisa sampai ke pengadilan, hanya beberapa pekan sesudah aduan. Seandainya kasus cepat selesai, ia mungkin tak mesti menjelaskan kasus ini ke suami dan tiga anak mereka. Di lain sisi, ia juga masih bisa membayar utang ke balai pelatihan di Indonesia.
<>
Apa yang terjadi malah berkebalikan. Selama hampir dua tahun, hidup Mary terkatung-katung, seperti dilaporkan oleh Wall Street Journal.
Kepada petugas imigrasi, ia melaporkan telah diperkosa sekaligus membutuhkan pekerjaan baru. Petugas mengatakan Mary tak dapat bekerja sampai kasus benar-benar tuntas. Peraturan ini dirancang guna menghindari aduan palsu dari para pembantu. Tujuan aduan palsu semacam itu adalah menghentikan kontrak kerja dua tahun, sehingga seorang PRT dapat berpindah majikan.
C.N. Law, asisten direktur visa dan kebijakan Departemen Imigrasi Hong Kong, menyatakan pembantu yang mengaku dilecehkan atau dieksploitasi bisa mendapat dispensasi khusus, sehingga bisa tetap bekerja. Dispensasi diberikan berdasarkan pertimbangan kasus-per-kasus. Menurut Departemen Imigrasi, tak ada catatan akan berapa banyak dispensasi yang diberikan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Law, kalau saja ia menerima permohonan dispensasi kerja dari Mary, dengan dilampiri bukti-bukti kasus pemerkosaannya, Law akan menyetujui permohonan itu. Namun ia tidak tahu-menahu akan situasi Mary.
“Standar yang kami terapkan hanyalah: apakah masuk akal atau tidak,” ujarnya. “Jika ada keraguan, asas praduga tak bersalah selalu diterapkan kepada pihak pembantu rumah tangga.”
Melville Boase, pengacara senior Hong Kong yang pernah mewakili beberapa pembantu, menyatakan pengecualian seperti itu “sangat, sangat langka.” Mary mengaku dirinya tak diberi tahu kemungkinan itu, kala beranjak ke kantor imigrasi.
Berbicara lewat sambungan telepon, Mary mencurahkan semua kegelisahan kepada saudarinya. Ia pun diminta untuk pulang.
“Siapa yang akan membiayai pendidikan anak-anak?” sahut Mary.
Mary juga meminta saudarinya untuk tak memberi tahu sang suami. Pada akhirnya, saudarinya mengisahkan kepiluan Mary kepada sang suami. Pria itu sangat marah, demikian kisah Mary dan suaminya saat diwawancara. Sang suami mengingatkan Mary bahwa ia pergi ke Hong Kong untuk “bekerja, bukan mencari lelaki!” Mary yang geram segera menghapus nomor telepon suaminya dari telepon genggamnya. (mukafi niam)
Terpopuler
1
Ramai Bendera One Piece, Begini Peran Bendera Hitam dalam Revolusi Abbasiyah
2
Gus Yahya: NU Bergerak untuk Kemaslahatan Umat
3
Munas Majelis Alumni IPNU Berakhir, Prof Asrorun Niam Terpilih Jadi Ketua Umum
4
Ketum PBNU Resmikan 13 SPPG Makan Bergizi Gratis di Lingkungan NU
5
PPATK Tuai Kritik: Rekening Pasif Diblokir, Rekening Judol Malah Dibiarkan
6
Di Tengah Fenomena Bendera One Piece Badan Siber Ansor Ajak Generasi Muda Hormati Merah Putih
Terkini
Lihat Semua