Internasional

Katib Syuriyah PBNU Hadiri Perpisahan Kelas Internasional STAINU di Rabat

NU Online  ·  Sabtu, 13 Desember 2014 | 13:01 WIB

Rabat, NU Online
Program Mahasiswa Kelas Internasional mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAINU) Jakarta di Universitas Ibnu Tufail Kenitra berakhir. Setelah 11 bulan menimba ilmu di kampus itu, mereka harus kembali ke tanah air.  
<>
Perpisahan program tersebut digelar di Griya Mahasiswa Kenitra pada Kamis malam 11 Desember 2014. Pada kesempatan itu, hadir Katib Syuriah PBNU KH Mujib Qulyub, H. Husnul Amal Mas’ud dan Prabowo Wiratmoko Jati mewakili Dewan Mustasyar PCINU. Hadir pula perwakilan KBRI, anggota PPI Maroko serta beberapa warga Maroko.

Kia Mujib yang juga Ketua Badan Pengawas Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama mengatakan bahwa Maroko merupakan salah satu pusat keilmuan Islam. Hal itu ditunjukkan dengan banyaknya literatur- keislaman.

Di negara Maroko pula, tambah dia, tempat lahirnya para cendekiawan islam yang menyebarkan Islam hingga ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. “Di Indonesia ada beberapa kuburan yang tidak diketahui identitas jelasnya. Tetapi di nama-nama, di batu nisannya bertuliskan maghribi yang berarti berasal dari Maroko”.

Ia berpandangan, tidak menutup kemungkinan, corak keislaman Indonesia memang sebagian dibawa oleh ulama Maroko.

Ketua rombongan mahasiswa STAINU Ooz Fauzi menyampaikan permohonan maaf dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah turut membantu dan melancarkan kegiatan tersebut.

Ia mengutip adagium yang sudah masyhur di Maroko “idza kunta fil maghrib fala tastaghrib”. Apabila kamu berada di maghrib (Maroko) maka janganlah kamu terheran-heran (dengan apa yang terjadi di sini). “Seyogyanya kita (kawan-kawan STAINU) agar mengambil segala hal yang baik dari Maroko dan membuang hal-hal yang tidak baik dari sini,” ujarnya.

Sementara Abdul Karim Jariri, ustadz di Maroko, menutup doa perpishan itu. Ia mengaku senang berinteraksi dengan para mahasiswa yang belajar di Maroko. (Fairuz Ainun Na'im/Abdullah Alawi)