Ilmu Tauhid

Timbangan Amal Manusia di Akhirat dan Amalan yang Memperberatnya

Sel, 31 Maret 2020 | 14:00 WIB

Timbangan Amal Manusia di Akhirat dan Amalan yang Memperberatnya

Akhirat sebagai fase kehidupan hakiki menjadi pengadilan bagi segenap perilaku manusia selama di dunia.

Sebagaimana diketahui bahwa seluruh amal manusia di akhirat akan ditimbang dalam timbangan amal (mizan). Jika timbangan amal baiknya lebih berat, maka pertanda ia akan selamat. Sebaliknya, jika timbangan amal buruknya yang lebih berat, maka pertana ia akan celaka.

 

Itu pula yang digambarkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas‘ud. Walau status hadits ini mauquf, namun tidak mungkin seorang sahabat menyampaikan berita jika bukan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terlebih yang berkaitan dengan berita gaib. Dalam riwayat tersebut, Ibnu Mas‘ud menyampaikan, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihisab. Siapa saja yang amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya, walau hanya selisih satu amal, maka ia akan masuk surga. Sementara orang yang amal buruknya lebih banyak dari amal baiknya, walau hanya selisih satu amal, maka ia akan masuk neraka.”

 

Kemudian, Ibnu Mas‘ud melantunkan ayat, yang artinya, Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami,” (QS Al-A‘raf [7]: 8-9).

 

Ibnu Mas‘ud melanjutkan, “Sesungguhnya timbangan amal baik bisa ringan atau kalah walau hanya kurang seberat biji sawi. Sehingga orang yang imbang antara amal baik dan buruknya, maka dia termasuk ash-habul a’raf (orang-orang yang diberi pengetahuan). Mereka berdiri di hadapan ash-Shirath. Dari situ, mereka tahu para penghuni surga dan penghuni neraka. Ketika melihat para penghuni surga, mereka menyeru, ‘Salam keselamatan untuk kalian.’ Saat menoleh ke arah kiri, mereka melihat para penghuni neraka, lantas berdoa, sebagaimana dalam ayat, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu,’” (QS Al-A‘raf [7]: 47).

 

Terakhir, Ibnu Mas‘ud berpesan, “Sesungguhnya seorang hamba, jika melakukan satu kebaikan, maka akan dicatat untuknya sepuluh kali lipat. Dan jika ia melakukan satu keburukan, maka akan dicatat untuknya satu kali lipatnya. Maka celakalah orang yang satu kali lipatnya mengalahkan sepuluh kali lipatnya,” (Lihat: Ibnu al-Mubarak, az-Zuhd wa ar-Raqa’iq, jilid 2, hal. 123).

 

Timbangan amal sendiri merupakan timbangan raksasa. Saking besarnya, andai langit dan bumi diletakkan di atasnya, niscaya mampu ditimbangnya. Apalagi hanya sekadar dipakai menimbang amalan hamba. Demikian seperti yang digambarkan dalam hadits riwayat al-Hakim dari Salman. Melalui riwayat ini, Rasulullah saw. bersabda:

 

يُوضَعُ الْمِيزَانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَوْ وُزِنَتْ أَوْ وُضِعَتْ فِيهِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ لَوُضِعَتْ فَتَقُولُ الْمَلَائِكَةُ يَا رَبِّ لِمَنْ يَزِنُ هَذَا؟ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لِمَنْ شِئْت مِنْ خَلْقِي فَتَقُولُ الْمَلَائِكَةُ سُبْحَانَك مَا عَبَدْنَاك حَقَّ عِبَادَتِك.

 

Pada hari Kiamat, timbangan amal akan diletakkan. Andai langit dan bumi ditimbang atau diletakkan di atasnya, niscaya akan tertimbang. Kemudian para malaikat bertanya, “Wahai Tuhanku, untuk siapa timbangan ini?” Allah menjawab, “Untuk makhluk-Ku yang Aku kehendaki.” Malaikat pun berkata, “Maha suci Engkau, maka selamanya kami akan menyembah-Mu dengan sebenar-benarnya,” (HR Al-Hakim).

 

Siapa pun tentu berharap agar timbangan amal baiknya lebih berat daripada timbangan amal buruknya. Dalam kaitan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menawarkan berbagai amalan yang memperberat timbangan kebaikan, mulai dari amalan terberat hingga amalan teringan. Amalan-amalan tersebut antara lain adalah berakhlak mulia, sebagaimana sabda-Nya, “Sesungguhnya di antara amalan yang paling berat dalam timbangan amal pada hari Kiamat adalah berakhlak bagus,” (HR Ath-Thabrani).

 

Amalan berikutnya adalah mengucap akalimat thayyibah. Diriwayatklan, pada saat timbangan-timbangan amal pada hari Kiamat dipasangkan, maka didatangkanlah seorang laki-laki. Setelah amalnya ditimbang, diputuskan bahwa ia harus masuk neraka. Namun, terdengar satu perintah dari sisi Allah, “Janganlah kalian tergesa-gesa. Sebab, masih ada satu amal lagi yang tersisi untuknya.” Tak lama datanglah satu lembaran yang berisi tulisan Lailahailallah. Setelah lembaran itu ditambahkan, maka bertambah beratlah amal kebaikannya. Demikian yang disarikan dari hadits riwayat Ahmad dalam Musnad-Nya dari ‘Amr ibn al-Ash.

 

Amalan yang sangat ringan, namun berat dalam timbangan amal juga dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits berikut:

 

خَصْلَتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَهُمَا يَسِيرٌ، وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ قَالُوا: وَمَا هُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: يُسَبِّحُ أَحَدُكُمْ عَشْرًا، وَيَحْمَدُ عَشْرًا، وَيُكَبِّرُ عَشْرًا فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ، فَتِلْكَ خَمْسُونَ وَمِائَةٌ بِاللِّسَانِ، وَأَلْفٌ وَخَمْسُ مِائَةٍ فِي الْمِيزَانِ

 

Artinya, “Dua amalan yang tidaklah dihitung (dijaga) oleh seorang muslim kecuali akan masuk surga. Dua amalan itu sangat sederhana, namun orang yang menunaikannya sedikit. Ditanya oleh para sahabat, ‘Amal apa itu, wahai Rasulullah?’ Beliau meneruskan, ‘Salah seorang kalian bertasbih sepuluh kali, membaca tahmid sepuluh kali, dan membaca takbir sepuluh kali setiap usai shalat. Jadi totalnya 150 kali dalam lisan, namun jadi 1500 dalam timbangan amal,’” (HR Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dll).

 

Di samping amal yang memperberat timbangan kebaikan, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan amal yang justru akan memberatkan timbangan keburukan. Salah satunya adalah perbuatan gibah. Saat ada para sahabat yang menertawakan seseorang karena betisnya yang kecil, beliau lantas menegur mereka, “Demi Dzat yang menggenggam jiwaku, perbuatan itu lebih berat dalam timbangan amal buruk dari gunung Uhud.”

 

Meski demikian, kita senantiasa berharap semoga timbangan amal baik kita lebih berat daripada timbangan amal buruk. Pada saat yang sama, kita tak boleh henti berdoa semoga kelak mendapat pertolongan dari Penguasa alam dan juga syafaat dari nabi terkasih-Nya yang bersiap membela umatnya di timbangan amal, jembatan ash-Shirath, dan telaga Kautsar. Ingatlah bahwa berapa pun amal kita, baik atau pun buruk, pasti akan terlihat, Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula, (QS Az-Zalzalah [99]: 7-8). Wallahu ‘alam.

 

 

Penulis: M. Tatam

Editor: Mahbib