Ilmu Hadits

Tinjauan Hadits Wanita Menggunakan Parfum di Tempat Publik

Ahad, 19 November 2023 | 09:30 WIB

Tinjauan Hadits Wanita Menggunakan Parfum di Tempat Publik

Ilustrasi parfum. (Foto: NU Online/Freepik)

Saat ini, sudah umum mobilitas pekerja di kota maupun daerah tidak hanya diisi oleh karyawan, akan tetapi karyawati atau pekerja dari kalangan perempuan pun banyak mengisi ruang-ruang profesi dan pekerjaan. Hal tersebut adalah suatu kewajaran.

 

Para pekerja berangkat pagi dan pulang sore, di antara mereka ada yang menggunakan kendaraan pribadi dan juga transportasi publik. Bahkan kini para pekerja diimbau untuk lebih memilih transportasi publik, hal ini dilakukan untuk mengurangi pemanasan iklim yang kini kian meningkat.

 

Lantas dari percampuran pekerja laki-laki dan perempuan di ruang publik, mereka pun harus menggunakan parfum untuk menutupi bau badan, kalau tidak pakai parfum dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan orang-orang di sekitarnya.

 

Dalam hal ini mungkin sebagian dari umat Islam ada yang mempertanyakan apakah boleh dalam kacamata Islam, seorang perempuan menggunakan parfum di tempat publik? Apakah penggunaan parfum bagi perempuan termasuk kepada pezina sebagaimana dalam hadits Nabi saw:

 

Ł‚Ų§Ł„ Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲµŁ„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲ©Ł Ų§Ų³Ł’ŲŖŁŽŲ¹Ł’Ų·ŁŽŲ±ŁŽŲŖŁ’ŲŒ ŁŁŽŁ…ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŲŖŁ’ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł…Ł Ł„ŁŁŠŁŽŲ¬ŁŲÆŁŁˆŲ§ Ł…ŁŁ†Ł’ Ų±ŁŁŠŲ­ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŲŒ ŁŁŽŁ‡ŁŁŠŁŽ Ų²ŁŽŲ§Ł†ŁŁŠŁŽŲ©

 

Artinya, ā€œRasulullah saw bersabda, ā€˜Perempuan manapun yang memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) supaya mereka mencium wanginya maka ia seorang pezinaā€™.ā€ (HR An-Nasaā€™i).

 

Sekilas apabila kita membaca hadits ini secara tekstual tanpa mencari tahu lebih dalam bagaimana kondisi masyarakat di masa Nabi saw dan juga ā€˜illat atau sebab pengharamannya, boleh jadi kita turut mengharamkan perempuan di masa sekarang untuk menggunakan parfum di ruang publik.


Dalam menjelaskan hadits ini, Al-Munawi dalam Faydhul Qadir mengungkapkan:

 

Ų£ŁŠŁ…Ų§ Ų§Ł…Ų±Ų£Ų© Ų§Ų³ŲŖŲ¹Ų·Ų±ŲŖ Ų£ŁŠ Ų§Ų³ŲŖŲ¹Ł…Ł„ŲŖ Ų§Ł„Ų¹Ų·Ų± Ų£ŁŠ Ų§Ł„Ų·ŁŠŲØ ŁŠŲ¹Ł†ŁŠ Ł…Ų§ ŁŠŲøŁ‡Ų± Ų±ŁŠŲ­Ł‡ Ł…Ł†Ł‡ Ų«Ł… Ų®Ų±Ų¬ŲŖ Ł…Ł† ŲØŁŠŲŖŁ‡Ų§ ŁŁ…Ų±ŲŖ Ų¹Ł„Ł‰ Ł‚ŁˆŁ… Ł…Ł† Ų§Ł„Ų£Ų¬Ų§Ł†ŲØ Ł„ŁŠŲ¬ŲÆŁˆŲ§ Ų±ŁŠŲ­Ł‡Ų§ Ų£ŁŠ ŲØŁ‚ŲµŲÆ Ų°Ł„Łƒ ŁŁ‡ŁŠ Ų²Ų§Ł†ŁŠŲ© Ų£ŁŠ ŁƒŲ§Ł„Ų²Ų§Ł†ŁŠŲ© ŁŁŠ Ų­ŲµŁˆŁ„ Ų§Ł„Ų„Ų«Ł… ŁˆŲ„Ł† ŲŖŁŲ§ŁˆŲŖ

 

Artinya, ā€œPerempuan mana saja yang mengharumkan dirinya dengan menggunakan wewangian yang jelas tercium wanginya, kemudian melewati sekelompok orang yang bukan mahram supaya mereka dapat mencium baunya, yaitu dengan meniatkannya seperti itu, maka dia termasuk pezina dalam segi dosa, meskipun berbeda.ā€ (Al-Munawi, Faydhul Qadir, [Mesir: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, t.t.], jilid III, hal. 147).

 

Penjelasan Al-Munawi di atas, menyorot sisi keharaman penggunaan parfum oleh perempuan ketika diniatkan agar para lelaki yang bukan mahramnya mencium wangi dari parfum yang digunakan dan akhirnya mereka tertarik.

 

Lantas ā€˜illat manshushah (penyebab hukum yang tertulis pada teks) dalam hadits terkait tidak dibolehkannya perempuan menggunakan parfum di tempat publik adalah niatnya supaya para lelaki mencium wangi parfum yang ia gunakan. Jelas para ulama tidak ada yang berbeda pendapat soal ini. Al-Mubarakfuri mengomentari:

 

Ł„Ų£Ł†Ł‡Ų§ Ł‡ŁŠŲ¬ŲŖ Ų“Ł‡ŁˆŲ© Ų§Ł„Ų±Ų¬Ų§Ł„ ŲØŲ¹Ų·Ų±Ł‡Ų§ ŁˆŲ­Ł…Ł„ŲŖŁ‡Ł… Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ł†ŲøŲ± Ų„Ł„ŁŠŁ‡Ų§ ŁˆŁ…Ł† Ł†ŲøŲ± Ų„Ł„ŁŠŁ‡Ų§ ŁŁ‚ŲÆ Ų²Ł†Ł‰ ŲØŲ¹ŁŠŁ†ŁŠŁ‡ ŁŁ‡ŁŠ Ų³ŲØŲØ Ų²Ł†Ł‰ Ų§Ł„Ų¹ŁŠŁ† ŁŁ‡ŁŠ Ų¢Ų«Ł…Ų©

 

Artinya, ā€œKarena ia dapat menggugah hawa nafsu laki-laki dengan keharumannya dan membuat mereka melihatnya, siapa pun yang melihat perempuan [karena sebab itu], maka ia telah berzina dengan mata, dan penyebab [zina mata] itulah yang menjadikan dosa.ā€ (Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, [Beirut: Darul Kutub al-ā€˜Ilmiyyah, t.t.], jilid VIII, hal. 58).

 

Lebih spesifik lagi, Al-Munawi menjelaskan mengapa hadits tersebut melarang penggunaan parfum, beliau berkata:

 

Ā ŁˆŁ…Ų¬Ų§Ł…Ų¹ Ų§Ł„Ų±Ų¬Ų§Ł„ Ł‚Ł„Ł…Ų§ ŲŖŲ®Ł„Łˆ Ł…Ł…Ł† ŁŁŠ Ł‚Ł„ŲØŁ‡ Ų“ŲÆŲ© Ų“ŲØŁ‚ Ł„Ł‡Ł† Ų³ŁŠŁ…Ų§ Ł…Ų¹ Ų§Ł„ŲŖŲ¹Ų·Ų± ŁŲ±ŲØŁ…Ų§ ŲŗŁ„ŲØŲŖ Ų§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ© ŁˆŲµŁ…Ł… Ų§Ł„Ų¹Ų²Ł… ŁŁˆŁ‚Ų¹ Ų§Ł„Ų²Ł†Ų§ Ų§Ł„Ų­Ł‚ŁŠŁ‚ŁŠ

 

Artinya, ā€œJarang sekali perkumpulan laki-laki kosong dari hal terkait syahwat pada perempuan dalam hatinya, apalagi jika perempuan memakai wewangian, boleh jadi syahwatnya mendominasi dan membabi buta sehingga terjadilah zina yang nyata.ā€ (Al-Munawi, Faydhul Qadir, jilid II, hal. 276).

 

Kemudian apabila kita melihat kondisi masyarakat pada masa Jahiliyah dengan masa kini, ada perbedaan yang mendasar soal bagaimana keamanan perempuan di masa itu dengan di masa sekarang.

 

Saat ini di berbagai lokasi publik seperti terminal, stasiun, bandara hingga transportasi publik seperti bis dan kereta ada yang bertanggung jawab sebagai petugas keamanan, sehingga tidak mudah bagi laki-laki untuk melakukan perbuatan senonoh pada perempuan.

 

Sebab dari suatu larangan boleh jadi bentuknya berbeda antara masa lalu dengan masa sekarang. Misalnya larangan wanita memukulkan kakinya ke tanah supaya perhiasan yang digunakan diketahui para lelaki dan mereka pun tergoda. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 31 surat Annur menyebutkan:

 

ŁƒŲ§Ł†ŲŖ Ų§Ł„Ł…Ų±Ų£Ų© ŁŁŠ Ų§Ł„Ų¬Ų§Ł‡Ł„ŁŠŲ© Ų„Ų°Ų§ ŁƒŲ§Ł†ŲŖ ŲŖŁ…Ų“ŁŠ ŁŁŠ Ų§Ł„Ų·Ų±ŁŠŁ‚ ŁˆŁŁŠ Ų±Ų¬Ł„Ł‡Ų§ Ų®Ł„Ų®Ų§Ł„ ŲµŲ§Ł…ŲŖ Ł„Ų§ ŁŠŲ¹Ł„Ł… ŲµŁˆŲŖŁ‡ŲŒ Ų¶Ų±ŲØŲŖ ŲØŲ±Ų¬Ł„Ł‡Ų§ Ų§Ł„Ų£Ų±Ų¶ŲŒ ŁŁŠŲ¹Ł„Ł… Ų§Ł„Ų±Ų¬Ų§Ł„ Ų·Ł†ŁŠŁ†Ł‡ŲŒ ŁŁ†Ł‡Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ł…Ų¤Ł…Ł†Ų§ŲŖ Ų¹Ł† Ł…Ų«Ł„ Ų°Ł„Łƒ

 

Artinya, ā€œPada zaman pra-Islam, jika seorang perempuan sedang berjalan dengan gelang kaki di kakinya yang tidak terdengar dan tidak diketahui, maka ia akan memukulkan kakinya ke tanah agar para laki-laki mengetahuinya, maka Allah melarang perempuan beriman melakukan hal seperti itu.ā€ (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qurā€™anul ā€˜Azhim, [Beirut: Darul Fikr, t.t], jilid II, hal. 276).

 

Larangan pada ayat tersebut tentu terletak pada usaha untuk membuat lawan jenis yang bukan mahramnya memiliki ketertarikan dengan cara memukulkan kakinya ke tanah supaya perhiasannya terdengar.

 

Apakah cara menarik lawan jenis yang seperti itu masih disadari orang-orang atau khususnya laki-laki di era sekarang? Tentunya tidak.

 

Jika ā€˜illat atau sebab tidak dibolehkannya penggunaan parfum bagi perempuan disebabkan kekhawatiran mengundang zina, maka perlu kita tengok realita yang ada saat ini, apakah para perempuan pekerja dan yang bertugas di tempat publik menggunakan parfum semata-mata agar laki-laki tertarik kepada mereka dan mengundang fitnah?

 

Atau mereka menggunakan parfum justru untuk menghilangkan ketidaknyamanan orang-orang yang berada di tempat publik dari bau badan, khususnya bagian ketiak?

 

Dalam suatu kaidah, ada atau tidaknya ā€˜illat (penyebab hukum) sangat berpengaruh terhadap eksistensi hukum itu sendiri.

 

Kesimpulannya, memakai parfum bagi wanita pekerja atau yang bertugas di tempat publik pada saat ini hukumnya boleh, dengan catatan apabila si perempuan berniat untuk tidak mengganggu orang lain sebab bau badan, juga tidak sama sekali meniatkannya untuk mengundang ketertarikan pada laki-laki. Wallahu aā€™lam

 

Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences