Ilmu Hadits

Kajian Hadits Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Kam, 1 Juli 2021 | 05:00 WIB

Kajian Hadits Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Dalam hirarki kritik terhadap kualitas rawi (al-jarh wa al-ta’diil), derajat munkir al-hadits termasuk di satu tingkat sebelum paling parah dalam kritik terhadap perawi hadits.

Banyak dari para ulama menyebut bahwa redaksi hadits surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahaat) merupakan riwayat yang lemah bahkan palsu. Seperti dikutip dari berbagai sumber, situs Lembaga Fatwa Mesir menyebutkan kalau riwayat al-jannatu tahta aqdāmil ummahāt disebutkan dalam Kitab Al-Kāmil fi Dhu’afā’ir Rijāl karya Ibnu ‘Adi dengan jalur sanad dan matan selengkapnya sebagai berikut,


من طريق موسى بن محمد بن عطاء: حدثنا أبو المليح، حدثنا ميمون، عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «الْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأمَّهَات؛ مَن شِئن أدخلن، ومَنْ شِئن أخْرَجن-.


Artinya, “Dari jalur Musa bin Muhammad bin ‘Atha’, dari Abu al-Malih, dari Maimun, dari Ibn ‘Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga); siapa yang dikehendaki (tidak diridhai), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga).”


Ibnu ‘Adi dalam konteks ini hanya sedang mendata riwayat-riwayat yang bersumber dari para perawi-perawi yang memang dikenal lemah atau bermasalah. Itu sebabnya setelah mengutip riwayat di atas, ia menyatakan kalau riwayat tersebut bersumber dari sosok bernama Musa bin Muhammad al-Maqdisi yang dilabeli sebagai seorang munkir al-hadits.


Menurut para ulama, istilah munkir al-hadits ditujukan untuk perawi yang riwayat-riwayat haditsnya banyak menyelisihi riwayat hadits dari orang-orang yang kuat hafalannya. Dalam hirarki kritik terhadap kualitas rawi (al-jarh wa al-ta’dil), derajat munkir al-hadits termasuk di satu tingkat sebelum paling parah dalam kritik terhadap perawi hadits.


Hadits-haditsnya masih boleh diriwayatkan namun hanya sebagai perbandingan (i’tibar) terhadap riwayat-riwayat yang shahih, bukan menjadi satu-satunya dalil utama.


Penjelasan lain gelar munkir al-hadits bagi Musa bin Muhammad bin ‘Atha’ al-Maqdisi adalah yasriq al-hadits (menyisipkan satu potong redaksi hadits dan mencampuradukkan dengan hadits lain). Demikian seperti disebutkan oleh Ibnu ‘Addi yang dikutip oleh Ibnul Jauzi dalam Ad-Dhu’afā’ wal Matrūkūn.


Penilaian tersebut kemungkinan ada benarnya. Potongan redaksi hadits al-jannatu tahta aqdāmil ummahāt dapat ditemukan dalam redaksi lain yang menurut banyak ulama, status riwayatnya minimal secara sanad (jalur perawinya) adalah  hasan. Hadits tersebut diriwayatkan di antaranya oleh An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, dan disahihkan oleh Al-Hakim.


عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ ، أَنَّ جَاهِمَةَ رضي الله عنه جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ . فَقَالَ : هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ ؟ قَالَ نَعَمْ . قَالَ: فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا 


Artinya, “Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Kamu masih punya ibu?’ Mu’awiyah menjawab, ‘Ya, masih.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya.’” 


Dalam riwayat versi Ibn Majah, bahkan Mu’awiyah bin Jahimah sampai menemui Rasulullah SAW sampai tiga kali, 


أتيتُ النبي صلى الله عليه وآله وسلم فقلت: يا رسول الله، إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة، قال: «وَيْحَكَ، أَحَيَّةٌ أُمُّكَ؟» قلت: نعم يا رسول الله، قال: «فارْجِعْ فَبَرَّهَا»، ثم أتيته من الجانب الآخر فقلت: يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة، قال: «وَيْحَكَ، أَحَيَّةٌ أُمُّكَ؟» قلت: نعم يا رسول الله، قال‏:‏ «فارْجِعْ فَبَرَّهَا»، ثم أتيته من أمامه فقلت‏:‏ يا رسول الله إني كنت أردت الجهاد معك أبتغي بذلك وجه الله والدار الآخرة قال‏:‏ «وَيْحَكَ، الْزَمْ رِجْلَهَا، فَثَمَّ الْجَنَّةُ».


Artinya, “Saya (Mu’awiyah bin Jahimah) datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang bersamamu dengan harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Duh, ibumu masih hidup bukan?’ Saya menjawab, ‘Benar wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah SAW menyarankan, ‘Balik saja dan berbakti kepada ibumu.’ Kemudian saya datang lagi dari arah yang lain, lalu saya bilang, “Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang bersamamu dengan harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW bertanya balik, ‘Duh, ibumu masih hidup bukan?’ Saya jawab, ‘Benar wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah SAW menyarankan, ‘Balik saja dan berbakti kepada ibumu.’ Kemudian saya saya datang dari arah depan, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang bersamamu dengan harapan mencari keridhaan Allah dan kemuliaan di akhirat.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Duh, teruslah berbakti kepada ibumu. Di sanalah terdapat surga.’”


Ada banyak pelajaran yang bisa diraih dari penjelasan mengenai hadits tersebut. Berbakti kepada kedua orang tua, dalam hal ini adalah ibu, adalah di antara jalan yang Allah SWT sebutkan langsung untuk mendapatkan ganjaran terbaik di sisi-Nya. Imam Al-Munawi mengatakan dalam kitabnya Faydhul Qadir bi Syarhil Jami’is Shaghir,


والمعنى أن التواضع للأمهات وإطاعتهن في خدمتهن وعدم مخالفتهن إلا فيما حظره الشرع سبب لدخول الجنة


Artinya, “Makna dari bersikap rendah hati kepada ibu, menaati dalam kaitannya berbakti kepadanya, dan tidak menyelesihinya kecuali pada perkara yang diharamkan oleh agama, (keseluruhannya itu) menjadi sebab untuk memasukkan seseorang ke dalam surga-Nya.” Wallahu a’lam.


Ustadz Muhamad Masrur Irsyadi, redaktur bincangsyariah.com