Sejurus kemudian seorang pria dari kalangan Anshor lewat di hadapan mereka. Air bekas wudhu menetes dari sela-sela jengotnya, sementara tangan kirinya terlihat sedang menenteng sendal.
Keesokan harinya Nabi mengatakan hal yang sama, dan lelaki Anshor itu kembali melintas di hadapan para sahabat. Peristiwa tersebut berulang lagi pada hari ketiga, dan tentu saja memancing rasa penasaran para sahabat.
Siapa sebenarnya lelaki penenteng sendal itu?
Diam-diam salah seorang sahabat, Abdullah bin Amr bin Ash, membuntuti lelaki tersebut.
“Aku sedang berseteru dengan ayahku. Aku bersumpah tak akan pulang ke rumah selama tiga hari. Jika diizinkan, aku ingin menginap di rumahmu selama tiga hari,” kata Abdullah kepada lelaki itu.”
“Silakan,” sambut lelaki Anshor.
Abdullah pun bermalam di sana sampai tiga hari. Dalam pengamatannya, selama rentang waktu itu, tak ada amalan spesial dari pria yang dikatakan Rasulullah sebagai ahli surga tersebut. Ia tak menjumpai sama sekali lelaki Anshor itu melaksanakan shalat malam. Hanya saja, tiap kali mebolak-balikkan badan di ranjangnya, lelaki itu membaca dzikir dan takbir sampai ia bangun untuk shalat subuh. Satu lagi, lelaki ini juga tak pernah berbicara kecuali yang baik.
Secara kasat mata, amalan lelaki Anshor ini tidak ada apa-apanya dibanding amalan sebagian sahabat lain yang begitu giat beribadah sepanjang waktu. Mereka bahkan sanggup bermunajat semalaman hingga terbit fajar kala kebanyakan orang masih terlelap di atas kasurnya.
Dari hasil ‘investigasi’ tersebut, hampir saja Abdullah meremehkan amalnya, sebelum akhirnya ia berterus terang seputar sandiwaranya: sesungguhnya ia tak punya masalah apa-apa dengan sang ayah. Abdullah lantas bercerita tentang statemen Rasulullah tentang ahli surga yang bikin penasaran itu, dan menginap tiga hari adalah cara untuk menguak rahasia amal si lelaki Anshor untuk ia tiru.
“Jujur saja, aku tidak melihat kau melakukan amal ibadah yang banyak. Lantas, amalanmu mana yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata demikian?” Tanya Abdullah.
“Tidak ada yang lain kecuali seperti yang kau saksikan,” jawabnya.
Abdullah berpaling hendak pergi namun langkahnya tertahan setelah lelaki Anshor itu memanggilnya.
“Tak ada amalan kecuali sebagaimana yang engkau lihat. Hanya saja, dalam diriku secuil pun tak ada keinginan menipu seorang Muslim pun, dan tidak pula aku pernah dengki kepada siapa pun atas nikmat yang Allah berikan kepadanya.”
“Ternyata amalan inilah menyebabkan kau memperoleh keististimewaan itu, amalan yang tidak mampu kami lakukan,” simpul Abdullah bin Amr bin Ash. (Mahbib)
* Dinarasikan dari matan hadits dalam Musnad Ahmad, diriwayatkan dari Abdur Razaq, dari Ma'mar, dari az-Zuhri, dari Anas bin Malik.
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua