Fragmen

Profil Ketua Umum GP Ansor dari Masa ke Masa

Jum, 31 Mei 2024 | 11:00 WIB

Profil Ketua Umum GP Ansor dari Masa ke Masa

Logo GP Ansor. (Ilustrasi: NU Online)

Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor masa khidmah 2024-2029 yang dinakhodai Ketua Umum Addin Jauharudin dilantik di Istora Mandiri, Jakarta, Senin (27/5/2024).


Sebelum Addin, tercatat ada sejumlah nama yang pernah mengemban Amanah sebagai Ketua Umum PP GP Ansor, termasuk Ketika masih Bernama Ansoru Nahdlatil Oelama (ANO). Berikut rangkuman profil singkat para Ketum GP Ansor dari masa ke masa, mulai dari awal berdiri pada tahun 1934 sampai 2024.


1. M. Thohir Bakri (1934-1949)

Ansor didirikan pada 24 April 1934 atau 10 Muharram 1353 H, bertepatan dengan Muktamar IX Nahdlatul Ulama (NU) di Banyuwangi. ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. HM. Thohir Bakri dipilih menjadi ketua, yang berarti ia menjadi ketua yang pertama sejak organisasi ini berdiri. Dalam kepemimpinannya di awal, ia dibantu Abdullah Ubaid (Wakil Ketua) H Achmad Barawi dan Abdus Salam (Sekretaris).


KH Saifuddin Zuhri dalam buku Berangkat dari Pesantren (2013) menuliskan sosok Kiai Thohir sebagai pemilik suara yang amat merdu dan mahir berpidato. Pada Kongres V ANO di Surabaya, tahun 1940, selain memimpin sidang sebagai Ketua PB ANO, ia juga didaulat untuk menjadi pembaca Al-Qur’an (qari).


“KH Thohir Bakri bertindak sebagai pembaca Al-Qur’an dengan tetap mengenakan pakaian seragam Ketua PB Ansor NU, dengan 4 bintang emas di pundaknya. Pada zaman itu, ia adalah qari paling terkenal. Tiap malam Jumat, suaranya yang amat merdu itu berkumandang melalui NIROM (suara radio) Surabaya. Ketua PB Ansor NU itu pun terkenal sebagai ahli pidato yang hebat. Dengan memakai seragam Ansornya, bertambahlah gagahnya. Para ulama Syuriyah NU menjulukinya dengan Gatotkoco.”


Pria kelahiran Surabaya tahun 1908 tersebut, menjadi Ketua Umum Ansor NO sejak berdirinya organisasi hingga Kongres V ANO (1940). Setelah itu, hampir semua organisasi, termasuk Ansor mengalami kevakuman, hingga Indonesia merdeka. KH Thohir Bakri yang pernah menjadi Anggota Konstituante RI wafat pada 26 Juli 1959. 


2. Ahmad Chamid Widjaja (1949-1954, 1963-1967)

KH A Chamid Widjaja lahir di Bugul Lor, Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 24 April 1923. Cucu dari KH Muhammad Siddiq, Jember, Jawa Timur tersebut pernah nyantri kepada KH Cholil Harun Kasingan, Pesantren Tebuireng yang diasuh Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari.


Ia ditugaskan PBNU untuk melakukan konsolidasi Pimpinan Pusat Ansoru Nahdlatil Oelama (ANO) yang telah lama vakum akibat revolusi fisik. Pada tanggal 14 Desember 1949, terselenggara pertemuan (reuni) yang diikuti pemuda NU (alumni ANO) dari seluruh Indonesia di kantor PB ANO Jl Bubutan VI/2 Surabaya. Hasil dari pertemuan tersebut yakni diputuskan untuk membentuk organisasi badan otonom NU bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor.


Pada perkembangannya, Chamid Widjaja kemudian juga ditunjuk menjadi Ketua Umum PP GP Ansor yang berkedudukan pusat di Kota Surabaya. Ia memimpin sejak berganti nama menjadi GP Ansor di tahun 1949 hingga tahun 1954. Pada Kongres III GP Ansor, ia digantikan Imron Rosjadi. Di tahun 1963, ia kembali terpilih menjadi Ketua Umum hingga tahun 1967, pada Kongres VII ia digantikan Jahja Ubaid.


Selain di Ansor, Chamid Widjaja tercatat pernah menjadi Sekretaris Jenderal Organisasi Islam Asia Afrika (OIAA). Pada tahun yang sama, ia juga menjabat sebagai Pimpinan Umum Koran Duta Masyarakat. Dirinya juga pernah dipercaya untuk menjabat sebagai Katib Aam PBNU, hasil keputusan Muktamar NU ke-26 dan Muktamar NU ke-27.


KH A Chamid Widjaja wafat pada tanggal 10 November 1988 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Turbah Condro, Jember, Jawa Timur. Di antara peninggalan hasil karyanya adalah delapan jilid kitab Tafsir Al-Mahmudy dan sebuah manuskrip kitab fiqih yang belum diberi judul.


3. Imron Rosjadi (1954-1963)

Dikutip dari buku Hasil Rakyat Memilih Tokoh-Tokoh Parlemen (Parlaungan, 1956), Mr Imron Rosjadi lahir di Indramayu pada tanggal 12 Januari 1916. Gelar Mr yang melekat di depan namanya, didapatkan dari hasil studi Fakultas Hukum di Irak tahun 1948 dan persamaan ijazah Fakultas Hukum UI. Sebelumnya ia juga pernah belajar di Pesantren Jamsaren Solo (1935) dan Madrasah Madrasah Saulatiyah Mekah (1939). Ia menjadi Ketua PP GP Ansor mulai dari tahun 1954-1963 atau hasil dari tiga kali kongres, yakni kongres ke-3 (1954), ke-4 (1956), dan ke-5 (1959).


4. Yahya Ubaid (1967-1980)

Yahya Ubaid terpilih menjadi Ketua Umum dalam kongres yang digelar dua tahun setelah peristiwa Gestok. Kongres VII GP Ansor berlangsung di Jakarta, 23-28 Oktober 1967. hadir dalam kongres tersebut sejumlah utusan dari 26 wilayah (Propinsi) dan 252 Cabang (Kabupaten) se-Indonesia.


Kongres VII merupakan momen paling tepat untuk menjawab segala persoalan yang timbul di kalangan Ansor. Karena itu, pembahasan dalam kongres akhirnya dikelompokkan menjadi tiga tema pokok: (1) penyempurnaan organisasi; (2) program perjuangan gerakan; dan (3) penegasan politik gerakan.


Meski terlihat meyakinkan, namun ternyata dinamika sosial politik di Indonesia, pada perkembangannya tidak berpihak pada NU. Terlebih setelah Pemilu 1971, di masa Pemerintah Orde Baru, orang seakan takut mengaku sebagai NU, pun demikian Ansor.


Alhasil, Ansor di masa ini mengalami banyak kemunduran, baik sebagai organisasi maupun gerakan. Banyak Cabang yang vakum atau bahkan mati tidak ada lagi aktivitas. Idealnya, Kongres diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Namun, karena kondisi yang disebutkan di atas, sampai dengan tahun 1980, hanya diselenggarakan Konferensi Besar (Konbes) pada tahun 1969 dan 1979.


5. Chalid Mawardi (1980-1985)

Chalid Mawardi dipilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor pada Kongres VIII GP Ansor digelar di Jakarta tahun 1980. Kongres ini juga menjadi yang terakhir dihadiri oleh Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri. Kiai Bisri wafat, hanya berselang lima hari setelah ia menghadiri penutupan Kongres.


Chalid Mawardi lahir di Solo pada tanggal 11 September 1936. Karir kepengurusan di GP Ansor, diawali dari menjadi Sekretaris PC GP Ansor Solo (1951-1954). Ia juga tercatat menjadi salah satu pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada tahun 1960. Ia juga pernah menjadi Anggota DPR RI dari Partai NU hasil Pemilu 1971 dan Duta Besar RI untuk Syria tahun 1984.


6. Slamet Effendy Yusuf (1985-1990 dan 1990-1995)

Slamet Effendy Yusuf terpilih menjadi Ketum PP GP Ansor selama dua periode berturut-turut, yakni pada Kongres IX di Bandar Lampung (1985) dan Kongres X di Ujung Pandang (1990). Pada Kongres 1985, selain memilih Slamet Effendy Yusuf menjadi ketua umum, juga menghasilkan beberapa keputusan penting, baik yang menyangkut program kerja, penyempurnaan AD/ART (penetapan pancasila sebagai asas organisasi) dan pokok-pokok pikiran tentang ideologi, pemilihan umum, pendidikan dan kepemudaan berhasil dirumuskan.


Lahir di Purwokerto pada 12 Januari 1948, dirinya aktif di Nahdlatul Ulama (NU), mulai dari jenjang IPNU, PMII, Ansor, hingga menjadi Ketua PBNU (2010-2015). Slamet yang pernah menjabat Ketua MPR-RI periode 1988-1993 dan anggota DPR-RI periode 1992-2009 dari Partai Golkar meninggal dunia pada 2 Desember 2015.


7. M. Iqbal Assegaf (1995-1999) 

Pada Kongres Kongres XI GP Ansor (Palembang, 1995), M. Iqbal Assegaf terpilih sebagai Ketua Umum PP GP Ansor 1995-2000. Sebelumnya, pria kelahiran 12 Oktober 1957 tersebut dikenal pernah menjadi Ketua Umum PB PMII (1988-1991) dan Anggota DPR RI dari Golkar.


Iqbal adalah Ketua PP GP Ansor, di masa bangsa ini mengalami perubahan dari Orde Baru ke era reformasi. Sebelum purna jabatan, Iqbal meninggal dunia pada 13 Februari 1999. Jabatan sementara Ketua Umum dimandatkan kepada Saifullah Yusuf, hingga terselenggaranya Kongres XII.


8. Saifullah Yusuf (Pjs 1999-2000, 2000-2005, 2005-2010)

Saifullah Yusuf (sebelumnya Pjs Ketum) terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor 2000-2005 hasil Kongres XII GP Ansor (Boyolali, 2000). Saat itu, acara kongres yang diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Kongres di masa Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini diikuti 345 Pimpinan Cabang dan 26 Pimpinan Wilayah.


Lima tahun berselang, ia terpilih kembali pada Kongres XIII GP Ansor (Jakarta, 2005). Kongres kali ini Kembali digelar di kompleks Asrama Haji Jakarta. Saifullah Yusuf terpilih Kembali menjadi Ketua Umum PP GP Ansor 2005-2010. H Saifullah Yusuf kini mengemban amanah sebagai Sekjen PBNU di masa kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf


9. Nusron Wahid (2011-2015)

Nusron Wahid lahir di Kudus pada 12 Oktober 1973. Seperti halnya Iqbal Assegaf, sebelum menjadi Ketum PP GP Ansor, Nusron Wahid pernah menjadi Ketum PB PMII (2000-2003). Ia terpilih menjadi Ketum pada pelaksanaan Kongres ke-XIV Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 13-17 Januari 2011. Kongres XIV berjalan cukup hangat. Dari 10 Kontestan yang mengikuti sebagai kandidat ketua umum, terpilih Nusron Wahid yang meraih suara mutlak dalam putaran kedua, sebanyak 345 suara.


10. Yaqut Cholil Qoumas (2015-2024)

Putra KH Cholil Bisri ini terpilih menjadi Ketua Umum GP Ansor, pada Kongres XV GP Ansor di Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta, yang berakhir Jumat (27/11/2015). Gus Yaqut mengantongi mayoritas suara.


Dari 31 Pimpinan Wilayah (PW) GP Ansor, sebanyak 30 PW merekomendasikannya. Sedangkan, dari total 376 PC Ansor se-Indonesia, sebanyak 361 PC sepakat memilihnya. Masa kepengurusan dari hasil Kongres ini idealnya berakhir di tahun 2020. Namun, karena situasi pandemi Covid-19 dan lainnya, diperpanjang hingga tahun 2024, baru diselenggarakan Kongres XVI.


11. Addin Jauharudin (2024-2029)

Addin Jauharuddin terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor 2024-2029 secara aklamasi dalam Kongres XVI GP Ansor, Februari 2024, di KM Kelud yang berlayar dari Tanjung Priok Jakarta menuju Tanjung Emas Semarang.