Fragmen

Maroko, Negeri Lintas Dinasti, Wilayah Penyangga saat Penaklukan Andalusia

Sen, 11 September 2023 | 13:00 WIB

Maroko, Negeri Lintas Dinasti, Wilayah Penyangga saat Penaklukan Andalusia

Ilustrasi: Masjid Koutoubia di Kota Marrakesh, salah satu bangunan bersejarah di Maroko. (Foto: Pinterest)

Maroko sedang berkabung menyusul gempa bumi magnitudo 6,8 pada Jumat (8/9/2023) malam menggoyang negeri Maghribi tersebut. Bangunan-bangunan luluh lantak, lebih dari 2.000 orang meninggal dunia, 2.000 orang lebih mengalami luka-luka, dan seribuan orang lebih dalam kondisi kritis. Pemerintah Kerajaan Maroko langsung menetapkan hari berkabung nasional selama 3 hari.


Negeri yang mempunyai 3 bahasa resmi yaitu Arab, Berber, dan Prancis ini mempunyai sejarah panjang dalam lintas peradaban Islam. Meskipun Prancis menjadi salah satu bahasa resminya, Maroko justru lebih dekat ke Spanyol (Andalusia). Dua negeri tersebut hanya berjarak 14 kilometer yang dipisahkan Selat Gibraltar.


Dahulu, Negeri Maghribi mencakup wilayah Afrika Utara yang kini dihuni negara-negara seperti Maroko, Aljazair, Tunisia, Mesir, Libya, dan Sudan. Penjelajahan dan perluasan dakwah Islam yang dilakukan pada masa Dinasti Umayyah sudah mencapai Eropa, di antaranya menyasar Andalusia dan Kepulauan Sisilia. Maroko merupakan pintu gerbang masuknya Islam ke Andalusia dan Eropa.


Ensiklopedia Islam Jilid III (1994) menjelaskan, penaklukan wilayah di Afrika Utara memakan waktu 53 tahun. Thariq bin Ziyad diangkat Musa bin Nusair, pada masa Walid I bin Abdul Malik, 705-715 Khalifah keenam dinasti Umayyah II untuk memerintah Maroko setelah ditaklukkan. Thariq ditugaskan untuk menyebrangi selat antara Maroko dan Eropa dan mendarat di suatu tempat (gunung) yang kemudian terkenal dengan nama Jabal Thariq (Gibraltar). Maroko menjadi wilayah penyangga untuk penaklukan Spanyol. Segala persiapan untuk ekspansi ke Eropa dilakukan melalui wilayah ini.


Maroko juga dikatakan sebagai negeri lintas dinasti. Setelah dinasti Umayah di Damaskus runtuh dan berpindah ke tangan dinasti Abbasiyah, Maroko menjadi daerah kekuasaan Abbasiyah. Kemudian di negeri ini muncul dinasti-dinasti kecil yang memerintah silih berganti.


Di antara dinasti-dinasti yang paling berpengaruh terhadap perkembangan komunitas Islam di Maroko adalah dinasti Murabithun yang telah berjasa menyebarkan Islam ke Spanyol. Pada masa Yusuf Ibn Tashfin, 453-500 H/1061-1107 M, umat Islam berhasil memukul pasukan Spanyol yang ingin melenyapkan Islam di sana atas permintaan Mu’tamid bin Ibad Raja Sevilla, Spanyol. Kemenangan ini sangat menentukan dalam sejarah umat Islam di Spanyol selama empat abad.


Murabithun diambil dari kata ribath (madrasah), tempat suatu tarekat digembleng untuk ta’at beribadah dan menuntut ilmu. Mereka mempunyai semangat yang tinggi dalam menyebarkan ilmu keislaman dan jihad Fi Sabilillah. Dari ribath ini lahir sebuah negara yang menjadi peran utama dalam sejarah islam di Afrika Utara dan Spanyol. Anggotanya, terdiri dari kepala suku dan ahli fiqh yang dipimpin oleh Yahya Ibrahim Jabal dan Abdullah Tasir.


Kemudian pengganti Murabithun, setelah dinasti ini runtuh, adalah al Muwahhidun, 1121-1269 M. Nama ini dinisbatkan pada pengakuan mereka sebagai orang-orang yang bertauhid secara benar. Jasanya dalam Islam adalah pengiriman pasukan untuk membantu Salahudin Yusuf al-Ayubi melawan pasukan salib Kristen. Dan pada masa ini kota Marakech, ibukota al-Muwahhidun, menjadi pusat peradaban Islam dalam bidang sains, sastra, sekaligus menjadi pengayom dari serang Kristen Spanyol. Kini, Marrakesh menjadi salah satu kota besar di Maroko yang diguncang gempa.


Philip K. Hitti dalam History of The Arabs (2014) menjelaskan, kekuasaan Murabithun tidak hanya berkembang di Andalusia, tetapi juga mencakup wilayah Maghribi hingga ke Senegal.


Dari kekuasaan yang luas tersebut, Yusuf Ibnu Tasyfin yang merupakan salah satu pendiri Dinasti Murabithun sekaligus menjadi penguasa atau Raja Maghribi (Maroko, Aljazair, Spanyol). Yusuf Ibnu Tasyfin memerintah pada 1061-1106 M. Baik Murabithun maupun Muwahidun mengembangkan pusat-pusat kemajuan negara di beberapa kota seperti Granada, Sevilla, dan Murcia, selain Kordova pada masa Umayyah.


Runtuhnya pemerintahan kaum Muslimin di Andalusia di antaranya perpecahan. Meskipun dipimpin oleh para ‘amir muslimin, konflik internal tidak bisa dielakkan. Salah satu perpecahan kepemimpinan Muslim di Andalusia ialah tidak adanya ideologi pemersatu sehingga terpecah menjadi 33 negara kecil. Dengan kondisi seperti itu, bangsa Eropa lebih mudah merebut dan menguasai kawasan Andalusia.


Bahkan, beberapa kawasan di Maroko seperti semenanjung Ceuta dan Melilla saat ini dikuasai oleh Pemerintahan Kerajaan Spanyol. Dahulu, Thariq bin Ziyad mengerahkan sekitar 7.000 pasukan yang sebagian besar berasal dari Suku Berber untuk mengkspedisi Spanyol. Kapal-kapal Thariq dan pasukannya menurut beberapa riwayat disediakan oleh Julian, Pangeran Ceuta.


Pada 1894-1908 M, Maroko beralih ke tangan Abdul Aziz Hasan, kemudian atas permintaannya, Prancis melakukan infiltrasi pada 1901-1904, juga dilakukan oleh penggantinya, Abdul Hafidz, karena ketika itu Maroko sedang mengalami pemberontakan rakyat. Pada 30 Maret 1912, melalui perjanjian Fez, antara Maroko dan Prancis, ditandatangani persetujuan bahwa Maroko menjadi sebuah negara protektorat Prancis, meskipun sebenarnya kaum elite tradisional menghendaki kemerdekaan dengan dasar Nasionalisme Islam.