Humor-humor kritis, segar, dan mencerdaskan sudah menjadi menu keseharian KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang siap ‘disantap’ masyarakat. Selain joke yang sudah melekat pada dirinya, Gus Dur juga sosok penyuka kuliner rakyat. Tempat dan lokasi makanan lezat khas Nusantara di berbagai daerah, Gus Dur cukup paham dan siap menyantapnya dengan lahap.
Kuliner rakyat ini sejurus dengan karakter Gus Dur yang egaliter dan merakyat. Meskipun menjabat orang nomor satu di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Istana Negara, kuliner rakyat tetap menjadi santapan di meja Gus Dur.
Hal itu terlihat ketika Gus Dur sudah berada di meja kerjanya di Kantor PBNU lawas. Kuliner rakyat berupa ‘gorengan’ selalu siap di mejanya. Gorengan yang terdiri dari singkong, tahu, tempe, bakwan seolah menjadi menu utama di ruang kerja Gus Dur.
Penjual gorengan tersebut dijelaskan oleh Muhammad AS Hikam dalam bukunya Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (Yrama Widya, 2013) mangkal di depan Gedung PBNU yang saat itu terdiri hanya dua lantai. Selain penjual gorengan, juga ada rujak buah, ketoprak, tongseng, siomay, soto mi, gado-gado, mi rebus, dan lain-lain.
Hingga saat ini pun, para penjual kuliner rakyat tersebut masih mengais rezeki di sekitar Gedung PBNU. Namun, persoalan penertiban pedagang kerap melanda mereka. Sehingga mereka pun kerap harus minggir terlebih dahulu.
Pernah suatu ketika para pedagang tersebut mendapat penertiban dari petugas. Gus Dur yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU melindungi mereka dan pasang badan supaya para penjual kuliner rakyat itu tetap bisa berjualan di sekitar Gedung PBNU.
Hobi menyantap kuliner rakyat tersebut masih tetap menjadi tradisi Gus Dur ketika dirinya menjabat sebagai Presiden RI. Hal ini muncul seiring dengan perasaan bosan orang-orang di istana untuk menyantap masakan dan menu resmi dari Bina Graha.
Maka, gorengan dipesan dari luar Kantor Kepresidenan. Pemandangan eksotik pun terlihat ketika gorengan bersanding dengan air mineral bermerek ‘Equil’ di meja rapat kabinet.
Tak jarang Gus Dur juga melakukan wisata kuliner. Teman-teman dekatnya sendiri sampai terheran-heran dengan tingkat variasi pemahaman Gus Dur tentang jenis kuliner sekaligus lokasi makanan istimewa dan terkenal lezatnya.
Karakternya yang membumi membuat Gus Dur tidak pernah mempedulikan di mana tempatnya, baik itu warteg maupun hotel bintang lima sekali pun. Yang jelas, Gus Dur paham kesitimewaan masakan yang disediakan di tempat tersebut.
Beberapa tempat kuliner istimewa Gus Dur yang diungkap AS Hikam di antaranya gulai kepala ikan ala Aceh di Restoran Delima di Kramat Sentiong Jakarta Pusat, warung kecil di Klari Purwakarta, warung ikan mas di Walahar, restoran padang di Malang, rawon Nguling Pasuruan, dan tempat kuliner lainnya.
Selain penyantap kuliner rakyat, Gus Dur juga sering mengonsumsi buah favoritnya durian, juga rambutan, salak pondoh, dan pisang. Tentu saja culinary habit (kebiasaan makan) Gus Dur langsung berubah ketika dirinya mendapat serangan stroke.
Pengetatan makanan seketika dilakukan oleh sang istri, Sinta Nuriyah. Tetapi, Gus Dur tetaplah Gus Dur, dia tipe orang yang tidak pernah kenal rasa takut, apalagi hanya terhadap makanan. Wallahu’alam bisshowab. (Fathoni)