Fragmen

KH Abdul Hanan Said, Ahli Al-Quran Betawi

Kam, 9 Juli 2020 | 13:00 WIB

KH Abdul Hanan Said, Ahli Al-Quran Betawi

KH A Hanan Sa`id memiliki banyak pengalaman baik dalam hal pekerjaan maupun aktivitasnya yang menyentuh di segenap segmen masyarakat.

KH Abdul Hanan Sa`id adalah ulama Betawi kelahiran Serang, Banten, pada 4 April 1923. Ia wafat pada 25 Februari 2000 pada usia kurang dari 77 tahun. Hanan “kecil” memulai pendidikan formalnya di sekolah dasar pada usia 8 tahun dan selesai pada tahun 1936. Pada tahun 1937, ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Ibtidaiyah dan selesai pada tahun 1941.


Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, ia meneruskan pendidikannya ke madrasah tsanawiyah selama empat tahun. Pada tahun 1950, Hanan yang telah berusia 27 tahun memutuskan untuk kembali mendalami ilmu agama, khususnya ilmu Al-Qur`ân, di Pesantren al-Qur`ân.


Profesinya sebagai seorang guru dimulai pada tahun 1942 saat ia mulai mengajar di Madrasah Al-Ihsaniyah Serang, Banten. Pada tahun 1950, ia pindah ke Tambun, Bekasi, dan meneruskan karir mengajarnya di Madrasah An-Nasyi`ah. Setahun kemudian, 1951, ia pindah ke Jakarta, untuk seterusnya, dan menjadi pengasuh di Ma`had Ta`lim Al-Qur`ân.


Selain menjadi pengasuh di ma`had tersebut, ia menjadi pengajar agama di beberapa tempat seperti di Corp Cacat Veteran, di perkumpulan anggota polisi Seksi III Pasar Baru. Pada tahun 1956, ia dipercaya untuk menjadi Kepala Madrasah Manhalun Nasyi`in yang berlokasi di Jakarta Pusat. Pada tahun 1959, ia dinyatakan sebagai guru agama dan mendapatkan status sebagai pegawai negeri.


Gelar “Kiai Haji” diberikan masyarakat kepada Abdul Hanan Sa`id setelah ia pulang dari ibadah haji pada tahun 1973. Gelar tersebut memang pantas ia sandang karena kiprahnya semakin menonjol di tengah masyarakat, terutama masyarakat Betawi. Begitu pula dengan karirnya yang semakin maju. Dimulai ketika ia menjadi Kepala Kantor Penerangan Agama Daerah Tingkat II, Jakarta Utara pada tahun 1961.


Kemudian ia diangkat sebagai Kepala Dinas Penerangan Agama Kota Jakarta Barat pada tahun 1968. Pada tahun 1973 (setelah menunaikan ibadah haji), ia diangkat menjadi Kepala Inspeksi Penerangan Agama Kota Jakarta Pusat. Pada tanggal 11 Mei 1979, karirnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) berakhir. Namun, profesi dan kiprahnya sebagai kiai dan guru tajwid dan Al-Qur`ân semakin menonjol.


KH A Hanan Sa`id memiliki banyak pengalaman baik dalam hal pekerjaan maupun aktivitasnya yang menyentuh di segenap segmen masyarakat. Ia adalah seorang guru, dosen (di Perguruan Tinggi Darul Hikmah, Jakarta Utara), pembina, juri atau hakim MTQ dan MHQ, penulis dan mubaligh. Ia bersedia hadir walau hanya untuk menjadi juri MTQ dengan peserta usia taman kanak-kanak dan remaja.


Bahkan, ia pernah menjadi Ketua Dewan Hakim MTQ antarwaria yang diadakan di Sasana Langen Budaya TMII Jakarta Timur pada tanggal 15 Desember 1990. Bidang dakwahnya semakin luas saat ia diminta menjadi anggota Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`ân, Departemen Agama RI dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2000.


KH A Hanan Sai`d dikenal sebagai seorang yang ahli di bidang tajwid. Bahkan dapat dikatakan, ia termasuk salah satu ulama di Indonesia yang langka yang menguasai ilmu-ilmu dan qira`at al-Qur`ân. Hal ini terlihat ketika Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Agama memberikan penghargaan kepadanya sebagai “Hamalah Al-Qur`ân dari Jakarta” karena pengalaman dan jasa-jasanya di dalam memajukan pendidikan dan pengembangan Al-Qur`ân di masyarakat.


Ia memiliki pengalaman yang sangat padat. Pengalamannya sebagai ketua atau koordinator dewan hakim MTQ atau MHQ dijalaninya sebanyak kurang lebih 150 kali, terhitung sejak tahun 1953 sampai 1993, baik untuk even-even lokal maupun nasional. Jika ditambah dengan posisinya sebagai Anggota Dewan Hakim MTQ dan MHQ, sejak tahun 1953 sampai tahun 1999, maka sudah 255 kali ia tekuni untuk even-even lokal, nasional, maupun internasional. Sedangkan sebagai pembina bagi qari dan qari`ah duta DKI Jakarta untuk MTQ dan MHQ, terhitung sejak tahun 1962 sampai tahun 1993, tetap ia jalani sebanyak 32 kali.


Dari aktivitasnya mengajarkan ilmu tajwid dan qirâ`at al-Qur`ân, banyak murid-muridnya atau peserta training centre yang pernah mendapatkan pelatihan darinya menjadi qari` dan qari`ah internasional, seperti H Nanang Qosim, H Muammar ZA, H Muhammad Ali, H Muhammad Dong, Hj Saidah Ahmad, dan Hj Maria Ulfa.


Salah satu sumbangan pemikirannya yang sangat penting dan menjadi kontroversi di kalangan ahli tajwid adalah penemuannya tentang qalqalah akbar.  Sebagaimana diketahui bahwa qalqalah di dalam ilmu tajwid ada dua, yaitu qalqalah shugra dan qalqalah kubra. Sedangkan ia menganggap bahwa ada tiga, dengan penambahan, yang menurut istilahnya disebut dengan qalqalah akbar: qalqalah yang lebih daripada qalqalah kubra. Qalqalah akbar, misalnya, dapat ditemukan pada pengucapan watabb pada Surat Al-Lahab.


Kitab Taysîral-Musykilāt fî Qirā`ah al-Âyāt (seterusnya disingkat dengan Taysîr) merupakan karya masterpiece dari KH Abdul Hanan Sa`id. Selain kitab Taysîr, terdapat karya-karya lainnya, yaitu: Risalah Pegangan Khatib, Miftâh at-Tajwîd Juz I dan Juz II, al-Masâ`il at-Tajwîdiyyah Jilid I dan Jilid II, al-Asytât fi al-Hikâmi wa al-Fawa`id wa al-Maqâlât. Kepakarannya dalam ilmu tajwid diapresiasi oleh pemerintah Republik Indonesia (melalui Departemen Agama) dengan memberikan penghargaan kepadanya sebagai Hamalah al-Qur`ān.


Tersusunnya kitab Taysîr merupakan buah dari ketekunan KH Abdul Hanan Sa`id selama puluhan tahun. Sebab, isinya berasal dari catatan-catatan yang ditulisnya sebagai pelatih; ketika para qari dan qari`ah serta hafizh dan hafizhah menemukan kesukaran dalam mengucapkan huruf atau ayat tertentu di dalam Al-Qur`an menurut riwayat Imam Hafsh. Kesukaran tersebut dialami ketika mereka mengikuti tiap-tiap training centre (pemusatan pelatihan) untuk mengikuti even MTQ Tingkat Nasional Pertama pada tahun 1968 sampai dengan MTQ Keenam Tingkat Nasional pada tahun 1991.


Murid-Muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka adalah KH Abdurrahman Nawi (Pendiri Perguruan Al-Awwabin), KH Ali Saman (Pengasuh Perguruan Manhalun Nasyi`in), dan KH Abdul Mafahir Rawa Belong.


Penulis: Rakhmad Zailani Kiki

Editor: Alhafiz Kurniawan