Oleh Rifatuz Zuhro
Sedekah tidak harus rupiah. Apa ada yang biasa mengucapkan itu? Atau berpikiran seperti itu? Bahwa sedekah tidak hanya bisa dilakukan dengan rupiah, namun juga dengan amal-amal baik yang tidak bisa dinilai dari sisi materi.
Seperti halnya hadis Rasulullah SAW yang sangat familiar di kalangan kaum muslim bahwa Rasulullah Saw bersabda “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah,….” (HR Tirmizi dan Abu Dzar).
Tentu itu merupakan sebuah kemurahan Allah Ta’ala untuk memberikan kemudahan dan ganjaran yang berkali-kali lipat untuk seorang muslim yang secara tulus memberikan senyum kepada saudaranya sehingga saudaranya merasa senang.
Kata kuncinya di sini adalah membuat saudara merasa senang, nyaman dan saling memiliki sebagai saudara sesama muslim. Namun pertanyaannya, bagaimana dengan senyum yang dipaksakan atau senyum yang tidak sampai menyentuh hati saudara kita ketika kita berusaha senyum, atau ramah tamah dengannya? Jawabannya memang bisa sederhana dan bisa juga meluas. Sederhananya, mungkin saja kita memberikan senyuman itu dengan tidak ikhlas, juga bisa jadi, saudara kita memerlukan sebuah pertolongan yang lebih dari sebuah senyuman.
Allah Ta’ala sangat memberikan kemudahan untuk hamba-Nya dalam berbuat kebaikan, semua pintu kebaikan telah ditunjukkan dan dibukakan, tinggal manusia dengan segala daya yang telah diberikan-Nya mau memberikan kebaikan sebesar dan seluas apa. Meski ketika dalam keadaan tidak berdayapun (keadaan sempit) masih bisa memikirkan orang lain atau tidak.
Kita berusaha saja untuk menerka kemurahan Allah Ta’ala, kenapa Allah Ta’ala yang telah mewajibkan Zakat, namun juga menganjurkan (menguji) manusia untuk juga bersedekah?
Pertama, sebagai wujud syukur. Dengan segala nikmat yang telah diberikan Allah Ta’ala untuk hamba-Nya, apakah manusia mampu bersyukur dengan menunaikan zakat dan berbagi (sedekah) atau tidak sama sekali? Apakah manusia akan lebih takut kehilangan hartanya atau lebih tidak takut mendapatkan murka-Nya? Tentu saja kita tidak harus memposisikan Allah Ta’ala sebagai Tuhan yang Maha Pemaksa, namun ketika kalian merasakan demikianpun, itu sesungguhnya cara Allah Ta’ala untuk menjaga kalian agar tidak terlalu jauh dari-Nya dan lalai dari nikmat-Nya yang ujung-ujungnya akan mendatangkan kerugian dan kegelisahan hidup yang tidak berkesudahan.
Kedua, misi kemanusiaan. Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu dengan kadar yang seimbang. Pun, demikian juga ketika Allah memberikan sebuah perintah dan anjuran pasti ada maksud yang besar di dalamnya. Potensi zakat sangat luar biasa yang bisa dimanfaatkan untuk kesetaraan sosial, pendidikan, ekonomi dan juga kesehatan. Allah menciptakan kaya dan miskin untuk manusia bisa saling mengisi kekosongan dan kesenjangan. Allah menitipkan sebagian rizki manusia di atas sebagian rizki manusia yang lainnya untuk manusia saling berinteraksi dan menghidupkan radar kemanusiaannya supaya memahami hak dan kewajiban sebagai manusia.
Ketiga, keseimbangan ekonomi. Zakat yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi lebih terikat dengan haul dan nishab. Dibutuhkan kadar, takaran dan waktu tertentu untuk menunaikannya. Namun, sedekah tidak sama sekali terikat dengan haul dan nishab, jumlahnya bisa sedikit dan banyak, waktunya bisa kapan saja. Sehingga manfaatnya pun bisa lebih kondisional atau lebih tepat waktu ketika dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan.
Tidak berarti juga materi itu lebih penting dari pada akhlak. Namun alangkah baiknya materi digunakan sebagai jalan berbuat kebaikan dengan cara yang baik pula. Sedekah rupiah penting, senyum juga penting. Dan akan lebih penting jika sedekah rupiah yang dibarengi dengan senyuman. Atau jika tidak harus dengan rupiah, sedekah juga bisa dengan dolar.
Penulis adalah copy writer PP NU Care-LAZISNU.