Warga Buntet Pesantren Cirebon Keluhkan Tambang Galian C
NU Online · Rabu, 25 Mei 2005 | 03:30 WIB
Cirebon, NU Online
Penambangan pasir (galian C) di kawasan Gumulung Tonggoh Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon kini mulai mendekati kawasan Pondok Buntet Pesantren yang merupakan tempat kelahiran Kiyai Khos NU, KH Abdullah Abas, sehingga para santri mengecam aktivitas penambangan yang diduga tidak memiliki ijin dari pemerintah itu.
Ketua Forum Komunikasi Santri (FKS) Jawa Barat, Drs Munib Rowandi Amsal Hadi, kepada waratwan di Cirebon, Selasa mengatakan, lokasi galian C tidak terfokus di kawasan Gumulung Tonggoh saja. Faktanya sekarang sudah mendekati kawasan pemondokan santri yang jaraknya sekira 500 meter.
<>"Ini sudah keterlaluan, galian C yang dilakukan secara besar-besaran masih tetap berlangsung, bahkan mendekati perkampungan Pondok Buntet Pesantren. Kondisi demikian mendapat kecaman dari masyarakat dan para santri," ujarnya.
Dikatakan, galian C sudah sangat meresahkan warga terutama masyarakat Desa Buntet, apalagi jaraknya semakin mendekati perumahan warga. Akibatnya warga menjadi khawatir terkena dampak buruk dari eksploitasi dengan menggunakan alat berat tersebut.
"Kami sebenarnya telah menyampaikan keberatan dengan adanya aktivitas tersebut, bahkan sudah melaporkannya kepada instansi terkait. Hanya saja tidak digubris, dan penggalian tetap saja berlangsung," ujarnya.
Warga sendiri sudah jemu dan bosan membicarakan penutupan galian C, karena setiap kali disuarakan, selalu menemui jalan buntu dan tidak ada solusi penyelesaian yang baik. Bahkan beberapa waktu lalu terjadi unjukrasa di lokasi, namun beberapa hari kemudian aktivitas galian C jalan lagi.
Sekarang ini, kata Munib, masyarakat berharap agar mahasiswa turun tangan untuk menuntaskan persoalan pengrusakan lingkungan yang dilakukan secara terorganisir tersebut.
"Karena semuanya sudah dicoba selalu gagal, kami akhirnya berpandangan, hanya dengan gerakan mahasiswa masalah ini bisa dituntaskan," ungkapnya.
Dia mengatakan, tanda-tanda dampak negatif akibat galian C di kawasan Buntet dan Gumulung Tonggoh sudah mulai dirasakan bila musim kemarau tiba. Misalnya, keringnya sungai dan sumur-sumur milik penduduk di kawasan galian C.
"Akibat buruk dari penggalian pasir secara besar-besaran di Gumulung dan kawasan perbatasan antara Buntet dan Gumulung, sejak beberapa tahun terakhir mulai terasa. Pada musim kemarau, masyarakat kesulitan memperoleh air bersih karena sumur kering, dan sungai juga turut kering," paparnya.
Menurut dia, beberapa waktu lalu pengusaha galian C juga berencana menggali sebuah lokasi penambangan yang akhirnya ditentang warga karena lokasinya merupakan tempat tinggal atau padukuhan sesepuh Pondok Buntet Pesantren.
"Lokasinya sebelah barat Pondok Buntet Pesantren sekarang. Namun tidak jadi, karena ditentang warga terutama karena tanah tersebut dahulunya merupakan tempat tinggal sesepuh kami," ujarnya.
Dia juga menyesalkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang menetapkan kawasan Astanajapura seluas 176 hektare sebagai kawasan yang boleh ditambang. "Kami menyesalkan RTRW Astanajapura yang ditetapkan terdapat 176 hektare untuk penambangan pasir. Jangan-jangan belakang rumah saya juga akan digali," ujarnya.
Munib menyayangkan anggota legislatif yang mendukung kawasan Astanajapura dijadikan galian C, sebab argumentasi yang setuju tidak mendasar dan melawan nurani. "Di lapangan kerusakan lingkungan sudah sangat parah. Bila dilanjutkan butuh dana besar untuk reklamasinya," tuturnya.
Sementara itu dalam kesempatan terpisah, Kasi Informasi dan Sengketa pada Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (DLHKP) Pemkab Cirebon, Wahyu Agus Suprayogi membenarkan bila lokasi galian C di Astanajapura semakin melebar.
Bahkan berdasarkan laporan, kata dia, lokasi galian C mendekati pemukiman warga sehingga berpotensi besar melongsorkan rumah-rumah masyarakat.
"Memang benar lokasi galian C semakin melebar. Hasil pengamatan petugas kami, ternyata mendekati pemukiman warga. Adapun kawasan penggalian sebagaimana dikeluhkan warga Buntet memang ada. Hanya kami belum tahu pasti berapa luasnya," papar dia.
Menurut Yogi, DLHKP sebenarnya tidak menghendaki penggalian besar-besaran sebagaimana yang terjadi sekarang ini, karena kegiatan itu telah melanggar memorandum of understanding (MoU) yang sebagian isinya menegaskan bahwa pada 30 April 2005 kegiatan penambangan galian C harus dihentikan.
"Tetapi nyatanya, para pengusaha terus menggali. Akibatnya kerusakan semakin tidak terkendali, karena eksploitasi yang dilakukan mengabaikan aspek reklamasi. Kegiatan ini jela
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
5
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua