Daerah

Usulan Ahlul Halli Wal Aqdi Justru dari Bawah

Kam, 4 April 2013 | 03:35 WIB

Jombang, NU Online
Banyak yang menilai bahwa rencana penggunaan konsep Ahlul Halli Wal Aqdi atau Ahwa pada Konferwil NU Jatim adalah keinginan dari sebagian pengurus. Padahal keinginan tersebut datang dari perhelatan konferensi di tingkat cabang.
<>
Pengalaman dimaksud adalah saat PCNU Bangkalan Madura menyelenggarakan konferensi beberapa waktu berselang. Ketika itu para pemilik hak suara baik dari unsur syuriah dan tanfidziyah meminta kepada pimpinan sidang untuk tidak menggunakan pemilihan langsung yang tertutup dan rahasia dalam pemilihan calon rais dan ketua.

Mayoritas berharap penentuan pucuk pimpinan dilakukan secara terbuka dan ditunjuk langsung. Dan akhirnya, keinginan mayoritas peserta disepakati sehingga proses pemilihan rais dan ketua PCNU Bangkalan dilakukan dengan musyawarah secara mufakat.

Cerita ini disampaikan KH Syafruddin Syarif saat menjadi pimpinan sidang Konferensi PCNU Bangkalan. “Kala itu kebanyakan pemilik hak suara menginginkan agar penentuan calon rais dan ketua dilaksanakan dengan terbuka dan musyawarah, bukan pilihan langsung,” katanya kepada NU Online di Surabaya (2/4).  

Dalam tata tertib yang mengatur pemilihan calon rais maupun ketua telah dicantumkan khususnya dalam ART NU Bab XIV Pasal 42 ayat a disebutkan: Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam konferensi wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya, serta poin b yang mengatur calon ketua. 

“Kalau diteliti dengan seksama, ada dua opsi mekanisme pemilihan tersebut yakni dengan musyawarah mufakat atau pemungutan suara,” kata Katib Syuriah PWNU Jatim ini. “Dan keduanya sah secara aturan organisasi,” lanjut Kiai Syafruddin.

Berangkat dari kasus Konferensi PCNU Bangkalan, pada rapat gabungan Syuriah dan Tanfidziyah PWNU Jatim antara lain membicarakan permasalah ini. “Dan Alhamdulillah, apa yang terjadi di PCNU Bangkalan akhirnya menginspirasi untuk menggulirkan sistem Ahwa,” ungkapnya.

Sejumlah alasan dijadikan pertimbangan bagi dipilihnya mekanisme Ahwa. “Yang pasti ada pijakan konstitusionalnya,” kata kiai aktifis bahtsul masail ini. Alasan berikutnya keprihatinan akan menggejalanya permainan uang. “Meskipun bukan jaminan bahwa tidak akan terjadi riswah, paling tidak konsep ini dapat meminimalisir,” lanjutnya.  

Sedangkan manfaat  selanjutnya, ”Ahlul Halli Wal Aqdi dapat membendung kekuatan pihak luar dalam mengintervensi proses pemilihan pucuk pimpinan dan kebijakan yang akan berlaku di NU,” ungkapnya.

Karenanya, pada Konferwil NU Jatim yang akan berlangsung di Pondok Pesantren Bhumi Shalawat, Tulangan Sidoarjo, konsep ini akan digunakan. “Kita berharap ini adalah pilihan terbaik dan menyelamatkan bagi NU di masa mendatang,” pungkas Kiai Syafruddin.

Kontributor: Syaifullah