Cirebon, NU Online
Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Barat, Hasan Malawi mengatakan, terdapat tiga tahap kesadaran yang harus dimiliki oleh seorang kader. Pertama, sadar bahwa dirinya sebagai warga NU. Kedua, sadar sebagai aktivis organisasi. Ketiga, sadar posisi di dalam organisasi.
“Kesadaran pertama sebagai warga NU itu merupakan kesadaran paling awal yang harus dimiliki seorang kader IPNU. Kemudian, kesadaran sebagai aktivis organisasi adalah sadar bahwa usia saya, misalnya, masuk dalam nomenklatur IPNU, berarti harus sadar dengan keterlibatannya dalam organisasi,” kata Hasan.
Selain itu, lanjutnya, seorang kader juga mesti sadar posisinya di dalam organisasi. Tahapan ini sangat penting. Sebab menurutnya, terkadang sebagian besar kader IPNU tidak sadar posisi sehingga mampu berbuat dan melakukan sesuatu untuk organisasi. Misal, punya posisi sebagai ketua cabang, maka wajib hukumnya mengetahui ihwal apa yang akan dilakukannya sebagai pemimpin.
Hal tersebut disampaikan kepada NU Online di sela-sela kegiatan Latihan Kader Utama (Lakut) PW IPNU Jabar yang digelar di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, Kamis-Ahad (3-6/5).
“Nah, ketiga tahapan itu harus dilakukan secara serius. Jadi, kesadaran itu dibangun sehingga akan menentukan proses kreatif. Namun, kesadaran ini tidak hanya berlandaskan soal ghirah dan semangat,” tandasnya.
Pria kelahiran Kabupaten Cirebon ini menambahkan, semangat harus diisi dengan ilmu pengetahuan. Seperti misalnya kader IPNU di Jawa Barat dan alumni Latihan Kader Muda (Lakmud), jenjang pengkaderan kedua Mereka semua mesti melek terhadap bacaan yang menjadi pemantik daya topang literasi, namun hal itu belum tergarap dengan sempurna.
“Setelah seorang kader matang dan punya disiplin dalam membaca dan ilmu pengetahuan, maka itu akan menentukan potensi atau talenta diri. Contoh, kader yang konsen di ilmu eksakta akan menjadi ilmuwan di kemudian hari. Ada kader yang konsen di filsafat atau apa pun yang penting punya pemahaman soal betapa pentingnya membaca. Karena bahan bacaan akan menentukan potensi diri masing-masing,” kata alumni Pondok Pesantren Cidahu, Pandeglang, Banten ini.
Tak hanya itu, ia juga menambahkan bahwa di dalam IPNU harus memberdayakan forum dialektika. Hal tersebut juga berkenaan dengan iklim yang diciptakan dalam Lakut kali ini. Bahwa kaderisasi tidak dilakukan dengan satu arah yang hanya menitikberatkan kepada pengisi materi saja.
“Dialektika akan menciptakan pencerahan. Semuanya harus saling bergesekan dan bersinggungan. Ini yang membedakan alumni Lakmud dan Lakut. Karena usai Lakut nanti, seorang kader akan mempunyai kualitas secara personal. Ketika misalnya ada kader yang lemah di bahan bacaan, maka ketika ada dialektika dalam tubuh organisasi akan menjadi pelengkap satu sama lain,” jelasnya. (Aru Elgete/Muiz)