Tiga Jenis Iman dalam Ihya’ Ulumiddin Al-Ghazali
NU Online · Rabu, 26 Agustus 2015 | 04:00 WIB
Jember, NU Online
Seperti biasa Keluarga Alumni Ma’had Aly (Kamaly) Situbondo menyelenggarakan kajian Kitab Ihya’ Ulumiddin, akhir pekan lalu (22/8). Kajian yang dihadiri tak kurang dari 30 alumni Ma’had Aly ini membuka kitab tasawuf karya Imam al-Ghazali itu pada Juz III halaman 15.<>
Katib Syuriyah PCNU Jember yang juga Wakil Ketua Umum Kamaly Situbondo, Kiai MN. Harisudin membuka acara yang bertempat di kediaman Ustadz Ali Wafa Sukorejo, Bangsalsari, Jember, Jawa Timur itu. Sedangkan pengajian diasuh oleh Ustadz Mashuri.
“Iman orang itu terbagi menjadi tiga. Pertama, iman orang awam. Kedua, iman ahli kalam. Dan ketiga, iman orang arifin”, ujar Ustadz Mashuri yang juga Ma’had Aly angkatan Ke-4 menjelaskan setelah tuntas mambaca bab tingkatan orang beriman.
Iman orang awam adalah iman orang yang taqlid pada seseorang yang ia percayai. Ibarat seorang yang meyakini Zaid ada di dalam sebuah rumah tapi ia tidak melihat sendiri di rumah. Ia percaya hanya mendengar informasi dari seorang yang ia percayai sehingga ia tidak perlu melihat apakah Zaid ada di rumah atau tidak.
Sementara itu, iman ahli kalam adalah iman yang membutuhkan dalil atau bukti. Dalam perumpamaan Imam Ghazali di Kitab Ihya’ Ulumiddin tadi, ia tidak langsung melihat Zaid ada di rumah, namun ia mendengar dari luar rumah jika ada suara Zaid dalam rumah tersebut. Suara ini yang membuktikan bahwa Zaid ada di dalam rumah.
“Kalau yang ketiga ini, imannya orang-orang arifin. Yaitu orang yang menyaksikan langsung Allah dengan ‘nur yaqin’ (cahaya keyakinan batin). Ibarat yang di rumah tadi, ia melihat langsung Zaid dalam rumah,” kata Ustadz Mashuri ini menjelaskan dengan penuh semangat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamaly Situbondo, Dr. Kiai MN. Harisudin, M. Fil. I menambahkan bahwa setiap tingkatan ini masih ada tiga tingkatan lagi. “Misalnya tingkatan yang ketiga, yaitu iman orang arifin, minimal ada tiga. Pertama, tingkatan iman bahwa selain Allah Swt. sesungguhnya tidak punya wujud. Makhluk yang selain Allah, oleh karenanya, hanya meminjam wujud-Nya. Ini sesungguhnya berkaitan dengan ajaran wahdatus syuhud, melihat alam itu sama dengan melihat wujud Allah Swt.”, kata Kiai MN Harisudin yang juga Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember.
“Kedua, menyaksikan dengan musyahadah ‘ainiyah bahwa tidak ada wujud selain Allah Swt. Dan segala sesuatu itu akan rusak kecuali dzat-Nya. Dan ketiga, ketika mereka mi’raj pada langit hakiki (sama’i al-haqiqah), mereka tidak melihat, selain Allah yang Maha Esa dan Maha Benar. Tingkatan yang ketiga inilah kadangkala kontroversi karena banyak yang larut dalam munajat pada Allah Swt dan mereka lupa kalau sedang berada di dunia. Ini seperti perkataan sufi Al-Hallaj, Syeikh Siti Jenar dan sebagainya”, pungkas Kiai M.N. Harisudin yang juga Ketua Puan Amal Hayati PP Nuris Jember tersebut. (Anwari/Mahbib)
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
4
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
5
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
6
Sejarawan Kritik Penulisan Sejarah Resmi: Abaikan Pluralitas, Lahirkan Otoritarianisme
Terkini
Lihat Semua