Yogyakarta, NU Online
Zaman sekarang merupakan era digital. Seseorang akan teralienasi (terasingkan) ketika tidak melek teknologi. Dengan tidak paham teknologi, manusia akan ketinggalan zaman. Apalagi zaman terus berubah dengan cepat.
Hal tersebut dikatakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) H Nizar saat didaulat membuka resmi Rapat Koordinasi Nasional pematangan draft Peraturan Menteri Agama tentang Sistem Informasi Manajemen Kediklatan (Simdiklat).
"Pengalaman soal teknologi sudah saya terapkan ketika saya dilantik sebagai Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 2010 silam. Saat itu belum ada gadget canggih seperti sekarang. Adanya baru Blackberry," kata Nizar di hadapan peserta rakornas, Kamis (21/4) malam.
Nizar punya ide yang kemudian ia sampaikan ke rektor. "Begini Pak, demi efisiensi, kita gunakan teknologi untuk virtual meeting. Jadi nggak perlu lagi rapat tatap muka. Belum konsumsinya, tenaganya. Belum lagi koordinasi waktu. Pokoknya melelahkan," tuturnya.
Jika memakai virtual meeting, lanjut Nizar, sambil tiduran pun tetap bisa memberikan masukan dalam forum rapat. "Lalu kami membuat konsep untuk naskah akademiknya untuk pengadaan Blackberry dan tablet Samsung. Lalu, sejak itu tiap habis subuh dibuka rapat. Tiap hari itu," ungkap pria asal Jepara ini.
Sementara ada beberapa pimpinan yang gagap teknologi. "Mencet tombol aja nggak bisa. Karena sudah terbiasa dengan staf. Mau saya paksa. Ada trik atau briefing sehari untuk penggunaan Blackberry. Akhirnya, semua lancar," ujarnya bangga.
Menurut guru besar yang juga Wakil Rais Syuriah PWNU DIY ini, jika tidak selesai di level virtual, baru dilakukan rapat face to face. Apalagi sekarang sejak media sosial berkembang luar biasa, maka tidak ada alasan diklat juga harus menyesuaikan dengan kondisi kekinian.
"Sekarang, registrasi online sebenarnya sudah terlambat. Pendaftaran SMA di Yogya aja sudah online sejak 2010. Nah, kok Diklat masih manual. Apalagi dari Pusdiklat Ciputat sampai sekarang kalau minta peserta masih manual. Waduh, ini saya yang susah karena disposisi ya jadi lambat juga," selorohnya disambut tawa hadirin.
Tapi jika memakai IT, lanjut Nizar, maka real time langsung bisa. "Makanya kemudian, saya di Kanwil itu paperless (minim kertas). Jadi, saya ke mana-mana bisa mendisposisi. Kan sekarang ada electronic office," tukasnya.
Turbulensi birokrasi
Dari tipikal seorang akademisi yang terbiasa gerak cepat ke birokrasi yang "rutinitas", Nizar melihat dunianya yang baru seperti layaknya pesawat yang mengalami turbulensi. "Tapi saya paksakan. Kalau tidak, ke depan bakal makin ketinggalan. Memang, problemnya itu di sarprasnya," ujar Kakanwil.
Apalagi setelah diaudit, ternyata bandwitch internetnya dan server tidak memenuhi syarat. "Data center juga tidak punya. Bagaimana bisa cepat kalau kayak gini. Lalu ada bantuan dari Pinmas yang hanya 2 GB. Itu pun hanya untuk personalia SDM Kepegawaian. Nggak cukup. Kalau bareng-bareng bisa lemot. Makanya, Diklat juga harus memperhatikan aneka kebutuhan tersebut," tegasnya.
Hadir dalam upacara pembukaan rakornas, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Sekretariat Hj Sunarini, dan Kepala Bagian Ortala dan Kepegawaian Sekretariat H Bahari, Kasubag Hukum dan Perundang-undangan Asro'i, dan Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Jakarta Aden Daenuri.
Rakornas yang diinisasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag ini digelar di Hotel Ros-In Jalan Lingkar Selatan No 110 Bangunharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan diagendakan selama tiga hari, Kamis-Sabtu, 21-23 April 2016. (Musthofa Asrori/Fathoni)