Tarekat Jawab Kegelisahan Karena Mentah Belajar Filsafat
NU Online · Ahad, 22 Mei 2016 | 13:02 WIB
Saat kelas dua madrasah aliyah A Hisyam Karim (39) secara tidak sengaja membaca buku Filsafat Eksistensialisme. Rupanya buku filsafat itu membuatnya tertarik untuk mempelajari filsafat lebih lanjut.
"Sejak saat itu saya berpikir filsafat itu menarik dan ingin mempelajari lebih dalam lagi," kata Hisyam di Subang. Jum'at (20/5).
Setelah lulus aliyah pada tahun 1995, ia melanjutkan kuliah di Jurusan Dakwah Fakultas Ushuludin Universitas Islam Bandung (Unisba). Dua tahun kemudian, keinginan untuk mempelajari filsafat membuat Hisyam pindah kuliah ke Jurusan Aqidah Filsafat IAIN Jakarta.
"Saat mondok hanya disajikan satu kebenaran saja, tapi pas kuliah di filsafat ternyata kebenaran itu banyak. Makanya dulu teman saya ada yang pakai salib, tidak sholat dan lain-lain karena punya landasan berpikir tersendiri," tambah pendiri Forum Studi M@kar (Manbaul Afkar) Ciputat itu.
Setelah lama berkecimpung dalam dunia filsafat, muncul kegelisahan dalam batinnya karena diakuinya filsafat untuk konsumsi akal. Sementara hati yang menjadi tempat aneka rasa tidak terisi sehingga batinnya menjadi hampa.
Hisyam melanjutkan, setelah lulus kuliah pada tahun 2004 Hisyam sering sowan kepada Kiai Nawawi yang merupakan sahabat bapaknya. Kemudian pada tahun 2009, Hisyam memberanikan diri untuk bercerita kepada Kiai Nawawi tentang kegelisahan batinnya.
"Saat itu dengan sikap tawadlu Kiai Nawawi mengantar saya ketemu kakaknya, Kiai Sayuti," ungkapnya.
Hisyam menceritakan, Kiai Sayuti adalah seorang mursyid Tarekat Syattariyah dan Kiai Nawawi adalah khalifahnya. Saat bertemu dengan Kiai Sayuti, Hisyam langsung dibaiat menjadi murid Tarekat Syattariyah.
"Setelah dibaiat, sambil salaman. Alhamdulillah, usai salaman dengan Kiai Sayuti kegelisahan batin yang mengendap dalam diri saya langsung hilang saat itu juga, langsung plong," jelas alumni Pascasarjana STAINU Jakarta yang menulis tesis tentang Peran Kiai Sayuti dalam Menyebarkan Tarekat Syattariyah Itu.
Hisyam mengakui, filsafat memang penting untuk dipelajari karena berdasarkan pengalamannya, dengan mempelajari filsafat manusia bisa berpikir terbuka namun tetap kritis sehingga dalam menerima pemikiran tidak menelan mentah-mentah.
"Selain itu juga dengan belajar filsafat kita bisa berusaha untuk bersikap adil. Kita juga bisa menemukan solusi aneka masalah dengan menggunakan teori-teori filsafat, dan masih banyak lagi tentunya," jelas Hisyam yang saat ini menjabat Ketua NU Caracas itu.
Namun demikian, menurut Hisyam, dalam mempelajari filsafat sebaiknya dibarengi juga dengan mengamalkan ajaran tasawuf seperti masuk salah satu tarekat mu'tabarah. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akal dan kebutuhan hati.
"Sekali lagi saya tegaskan, ini subjektif pengalaman pribadi saya, tentu yang lain juga punya pengalaman sendiri," pungkasnya. (Aiz Luthfi/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
Terkini
Lihat Semua