Pringsewu, NU Online
Terima kasih Banser atas kiprah nyata dan bermanfaat telah diberikan kepada kami. Pernyataan tersebut tidak berlebihan dan patut penulis sampaikan sehubungan banyaknya pengetahuan kami dapatkan dari kegiatan "tidak masuk akal" Bimbingan Belajar Pasca Ujian Nasional (BPUN) diselenggarakan Satkorwil Banser Lampung sejak 24 April hingga 10 Mei 2017, di Pesantren Al Wustho, Podorejo, Rejo, Pringsewu asuhan KH Ahmad Nasihin.
Kenapa kami sebut "tidak masuk akal?" Dengan biaya murah, Rp300 ribu, peserta BPUN mendapatkan berbagai fasilitas, makan tiga kali sehari, modul, tutor, pendidikan Islam ala pesantren, materi akademik, motivasi, bakar bebek hingga jagung untuk relaksasi, hingga pendidikan keberagaman.
Setelah pada Selasa (9/5) kami diajak menghapus ketakutan dengan melewati kobaran api dan menjadi tontonan santri, Rabu (10/5), di antara keramaian dan kesibukan masyarakat Kabupaten Pringsewu, kami diajak mengenal dan menegaskan keberagaman oleh Asinfokom Satkorwil Banser Lampung yang juga Manager BPUN Lampung, Gatot Arifianto.
Kami diajak aktivis Gusdurian Lampung itu ke Rumah Singgah Wisma Damai di jalan Kesehatan Nomor 14, Gang Makam Biara Pringsewu-Lampung yang bersiap menggelar Bakti Sosial (Baksos) Penyembuhan Alternatif Aji Tapak Sesontengan Global Indonesia (ATSGI), sebagai ajang silaturahmi antarumat beragama.
Kehadiran kami bersama Koordinator Pelaksana BPUN Lampung 2017 M Nurhidayat Rosihun yang selalu bersemangat menemani keseharian kami disambut hangat oleh Suster Chatarina dari Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Fransiskanes dari Santo Georgius Martir (FSGM).
Selain belajar wawancara dengan masyarakat yang mengunjungi kegiatan, peserta BPUN Lampung 2017 memanfaatkan momen tersebut berpose bersama Suster Chatarina dan sejumlah suster lain. Tak ada perbincangan mengenai agama. Hanya perayaan kemanusiaan dengan membantu masyarakat yang membutuhkan kesembuhan atas penyakitnya tanpa menarik biaya.
Kami dan peserta BPUN Lampung 2017 mendata nama dan keluhan warga yang antusias mendatangi kegiatan Baksos. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, ibu-ibu berjilbab, hingga bapak-bapak berkalung salib yang datang dengan berbagai keluhan, seperti gatal-gatal, sakit tenggorokan, nyeri, sakit di bagian ulu hati, pusing, rematik, dan bermacam penyakit lainnya.
"Setelah diterapi, saya merasakan ada perbedaan pada tubuh saya. Jika sebelumnya susah berjalan kini sudah mulai enakan. Sakit pada ulu hati saya pun tidak terasa lagi," ujar warga setempat, Maria Astuti (65).
Maria mengaku menderita sakit ulu hati serta reumatik sejak beberapa bulan yang lalu sehingga susah untuk berjalan. Berbagai pengobatan telah dicoba warga Pringsewu itu, termasuk pengobatan secara medis. Namum belum mendapatkan hasil memuaskan. Akhirnya ia tertarik mengikuti terapi ATSGI.
Dengan tekad dan kemauan yang kuat untuk sembuh dari penyakitnya. Masyarakat silih berganti mengadukan penyakitnya pada Gatot yang merupakan master atau kamituo ATSGI.
"Saya menderita gatal-gatal dan pusing sejak beberapa bulan terakhir," ujar warga Pringombo, Pringsewu Timur, Puji Astuti (50).
Puji baru pertama kali mengikuti terapi ATSGI. Namun walau sekali, Puji mengaku merasakan manfaatnya. Gatal-gatal dan pusing yang ia derita mulai hilang.
"Cara sederhana berbagi kebahagiaan ialah membuat orang lain tersenyum. ATSGI satu dari sekian cara membuat orang tersenyum, begitu juga dengan BPUN," ujar Gatot.
Penulis dan peserta BPUN 2017 beruntung bisa mengikuti bimbingan belajar murah berkualitas yang merupakan program utama Yayasan Mata Air itu. Maka seperti jadi harus kami tulis catatan atau surat kecil mengenai Banser yang "tidak masuk akal".
Banser yang sering dituding menjaga gereja demi sebungkus rokok dan nasi bungkus bagi kami tentu hanya omong kosong. Mereka justru menjaga kemanusiaan, kebangsaan, peradaban dengan jalan pendidikan.
Kalkulasikan berapa keuntungan Banser dari nominal Rp300 ribu dengan fasilitas wah? Nominal yang membuat sejumlah pelajar, kawan kami, semula ragu sebelum ikut, mana mungkin bimbingan belajar semurah itu dengan fasilitas "tidak masuk akal?"
"Kami hanya berupaya menjadi jembatan. Ditengok atau tidak setelah kalian melewatinya dan mencapai tujuan, bukan persoalan bagi kami dan pihak-pihak yang membantu terlaksananya kegiatan ini. Sudah ada malaikat yang mencatatnya. Itu kenapa dalam tiga tahun terakhir ini kami bersikeras menggelar program filantropi edukasi BPUN," ujar Gatot saat memotivasi kami.
Terima kasih Banser untuk karya nyatanya bagi anak-anak negeri. Kalian telah menjadi jembatan untuk kami melangkah setapak lebih maju dengan bukti. (Adri Latif dan Gilang Restu Pauzi/Abdullah Alawi)