Daerah

Siswa SD di Banyuwangi Gantung Diri, Psikolog: Cegah Perundungan sejak Dini

Sab, 4 Maret 2023 | 06:00 WIB

Siswa SD di Banyuwangi Gantung Diri, Psikolog: Cegah Perundungan sejak Dini

Perundungan harus dicegah sejak dini. (Foto: ilustrasi/Freepik)

Sumenep, NU Online
Jagat maya dibanjiri kisah sedih yang menyayat hati, yakni aksi siswa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, meninggal dunia di seutas tali yang tergantung di rumahnya. Berdasarkan berita yang beredar, anak berusia 11 tahun itu nekat gantung diri lantaran di-bully karena tak punya ayah (yatim).


Menyikapi hal tersebut, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep, Kiai Zamzami Sabiq mengimbau untuk mencegah perundungan yang dilakukan oleh semua pihak. Baik pihak sekolah dan keluarga di rumah. 


Dalam sudut pandangnya, pihak sekolah perlu mempertegas dengan aturan dan kebijakan larangan perundungan serta menerapkan sekolah ramah anak. Hal ini pun perlu terus dikawal dan diawasi oleh seluruh guru agar tidak terjadi perundungan yang membuat anak depresi. Terlebih korbannya adalah anak yatim yang semestinya mendapat perhatikan lebih dari semua lapisan sekolah.

 

"Orang tua harus bisa lebih perhatian kepada anak. Bisa bertanya apa yang menyebabkannya murung saat pulang dari sekolah, dengan diiringi memeluk anak. Karena anak butuh support, didengarkan keluh kesahnya serta dipahami kondisi psikologisnya," ungkapnya pada Jumat (3/3/2023).


Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep itu menegaskan bahwa salah satu dampak bullying memang hilangnya kecerian pada diri anak dan anak selalu diliputi kemurungan. Ini bisa jadi salah satu indikator bagi orang tua dan guru untuk bisa lebih peka terhadap anak-anak yang ada di sekitar lingkungan keluarga dan sekolah.


"Dampak terbesar perundungan sering kali masih dirasakan korban meski belasan atau puluhan tahun telah berlalu sejak insiden tersebut berlangsung. Dampak perundungan dalam jangka panjang ini jarang terlihat, tapi justru inilah yang paling membuat korban merasa lebih tersiksa. Misalnya sering muncul kecemasan pada diri korban, trauma dan bahkan mengalami gangguan untuk bisa bermasyarakat," terangnya.


Kiai Zamzami berharap kepada Komnas Perlindungan Anak perlu lebih gencar dalam sosialisasi pencegahan perundungan anak dengan melibatkan berbagai pihak, baik pihak sekolah dan orang tua. Di samping itu juga perlu dibentuk Standart Operating Procedur (SOP) penanganan bagi korban perundungan agar bisa tertangani dengan tepat.


Menurut Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake itu, masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan karakter yang harus didukung dengan sebaik-baiknya. 


"Anak bukan miniatur orang dewasa sehingga kondisi psikologisnya pun berbeda. Untuk itu dukungan dari lingkungan dan orang-orang terdekat sangat dibutuhkan agar kesejahteraan psikologis anak-anak bisa terpenuhi dengan baik," tandasnya.


Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan