Daerah

Sisi Positif dan Negatif Permainan Lato-Lato

Kam, 29 Desember 2022 | 08:30 WIB

Sisi Positif dan Negatif Permainan Lato-Lato

Dua orang anak sedang bermain lato-lato (Foto: Tangkapan layar youtube Trendsnesia)

Sumenep, NU Online 
Akhir-akhir ini, jagat maya dihebohkan dengan permainan tradisional, yakni lato-lato. Bahkan Presiden RI H Joko Widodo dalam kunjungan ke Subang, menjajal permainan tersebut bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.


Lato-lato adalah permaianan sederhana yang terbuat dari sepasang bola kecil yang terikat di tali. Permainan ini cukup ramai dimainkan oleh anak-anak. Benturannya menimbulkan bunyi unik.


Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Sumenep, Kiai Zamzami Sabiq Hamid mengungkapkan sisi positif dan negatif dari permainan tersebut. Menurut dia, mengganggu atau tidaknya permainan lato-lato yang sedang viral, tergantung penggunaannya. Jika penggunaannya pada waktu dan situasi yang tepat, serta dengan durasi permainan yang tidak berlebihan maka tentu tidak mengganggu. 


"Namun jika berlebihan, ditambah dimainkan di waktu dan situasi yang tidak tepat, tentu akan sangat mengganggu," ungkapnya saat dikonfirmasi NU Online, Rabu (28/12/2022).


Dijelaskan, ada beberapa sisi positif permainan lato-lato. Lato-lato bisa mengalihkan dan mengurangi dampak kecanduan gawai yang saat ini banyak dialami oleh anak-anak. Permainan lato-lato bisa menstimulus kemampuan motorik anak. Permaiinan itu juga dapat meningkatkan fungsi koordinasi antara kemampuan kognitif dan motorik.


"Fungsi koordinasi antara kognitif dan motorik halus di tangan anak ini terjadi ketika anak berusaha memainkan lato-lato hingga menimbulkan bunyi etek-etek," paparnya.


Saat dimainkan bersama teman sebaya maka akan meningkatkan perkembangan sosio emosional anak. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada kecerdasan emosional anakn


Sedangkan sisi negatif dari permainan lato-lato, di antaranya adalah dapat menimbulkan tangan bengkak, kepala benjol jika terkena kepala, hingga tak jarang memicu pertikaian antar pemain setelahnya. 


"Jika ini terjadi, tentu akan sangat buruk dampak psikologisnya," ujar Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Sumenep.


Kiai Zamzami menyarankan pada orang tua, bagaimanapun permainan lato-lato yang dilakukan oleh anak-anak harus diawasi oleh orang tua. Hal ini untuk mengantisipasi dampak negatif dan hal-hal yang tidak diinginkan. 


Dalam sudut pandangnya, intensitas permainan lato-lato jangan sampai mengabaikan aktivitas dan kebutuhan anak lainnya. Misalnya, ketika lato-lato dilombakan, harus dilakukan pada usia anak yang tepat. Karena di usia yang tepat akan mengasah emotional challenge pada diri anak. 


Secara teoritis, usia yang tepat untuk permainan lato-lato sebaiknya dimainkan pada usia 8 tahun ke atas. Hal ini mengacu pada teori tahap bermain anak menurut Jean Piaget, salah satu tokoh psikologi asal Swiss yang menerangkan bermain berdasarkan usia dan perkembangan kognitif anak. 


"Tahapan yang diuraikan oleh Jean Piaget adalah Sensory Motor Play (usia 0-2 tahun), Symbolic atau Make Believe Play (usia 2-7 tahun), Social Play Games With Rules (8-11 tahun), dan Games With Rules and Sport (11 tahun ke atas)," terangnya.


Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Aengdake, Bluto, Sumenep ini menegaskan, anak usia 8 tahun ke atas telah memiliki kemampuan kognitif untuk menangkap rules (aturan) saat bermain lato-lato, baik dilakukan secara sendiri maupun bersama temannya.


Kiai Zamzami mengutarakan, bahaya bisa terjadi jika permainan lato-lato dilakukan oleh anak di usia yang kurang tepat atau meskipun di usia yang tepat tapi dilakukan secara berlebihan. 


"Anak harus diajarkan bagaimana membagi waktu yang pas saat bermain. Jangan sampai anak melupakan aktivitas atau tugas sehari-harinya, seperti istirahat, ibadah, belajar dan lainnya. Jangan sampai lato-lato menjadi over stimulus yang tentu akan menjadi tidak baik bagi perkembangan anak," pintanya.


Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan