Daerah

Sepak Bola Api ala Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

NU Online  ·  Jumat, 10 Juni 2016 | 07:02 WIB

Semarang, NU Online
Beragam cara dilakukan warga untuk menyemarakkan perhelatan akbar sepak bola Piala Eropa di Perancis. Seperti yang dilakukan Keluarga Mahasiswa Jepara Semarang (KMJS) UIN Walisongo Semarang dengan bermain sepak bola api, Kamis (9/6) malam. 

Panas dan sakit mungkin itu kata pertama kali yang terucap saat para pemain tersengat api. Namun lain halnya dengan para pemain sepak bola api ini, tanpa menggunakan alas kaki, para mahasiswa itu justru bersemangat dan tetap menggiring bola meski bola yang terbuat dari kelapa tua ini berkobar menyala saat dimainkan.

Sepak bola api ini dimulai dengan arak-arakan anggota KMJS dengan membawa replika piala Eropa. Tidak ketinggalan, sejumlah bendera negara peserta piala Eropa turut dikibarkan sebagai bentuk dukungan. Sebelum memainkan sepakbola api, dibuka dengan atraksi sembur api oleh pemain.

Bola yang digunakan dalam sepak bola api dari kelapa tua yang direndam minyak tanah selama satu hari menjadi alat utama dalam permainan sepakbola api.

Menurut Akhmad Soim, penyelenggara kegiatan mengatakan permainan inilah yang dilakukan KMJS UIN Walisongo Semarang untuk ikut menyemarakkan perhelatan akbar sepakbola piala dunia.

”Tujuan sepak bola api untuk menyemarakan final Piala Eropa 2016 yang diselenggarakan pada Sabtu dini hari, ini pertarungan perdana antara tuan rumah Perancis dan Rumania,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Dian Arseloji seorang pemain, tidak butuh persiapan khusus untuk memainkan sepak bola api ini. “Butuh skill khusus untuk menjaga kaki agar tidak panas saat menendang bola api tanpa alas kaki, meski pada awalnya terasa sakit, namun lama kelamaan rasa sakit tersebut hilang karena rasa antusiasme yang tinggi dalam permainan ini,” tuturnya.

Sepakbola api ini dilakukan di lapangan kecil kampus setempat dengan durasi permainan selama sepuluh menit kali dua dengan jumlah pemain masing-masing lima orang per tim. Meskipun bola terbalut api panas. para peserta yang memainkannya pun tidak merasa kesakitan atau pun terluka. (Syaiful Mustaqim/Fathoni)