Daerah

Sejumlah Kelompok “Wahabi” Tolak Ajaran Kekerasan Wahabi

NU Online  ·  Rabu, 19 November 2014 | 15:06 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagian besar Muslim Suni radikal mengikuti ajaran Wahhabi. Namun, banyak organisasi Wahabi yang menentang kekerasan atas nama agama dan diskriminasi berbasis gender yang diajarkan ideologi Wahabi.
<>
Sejumlah kelompok yang bisa diidentifikasi sebagai Wahabi menolak kekerasan, intoleransi, fanatisme, dan kebencian terhadap wanita. Sejumlah data menyebutkan adanya gerakan Wahabi yang tidak menyukai kekerasan.

Demikian disampaikan pengajar UIN Sunan Kalijaga Dr Inayah Rohmaniyah dalam sebuah diskusi publik yang diselenggarakan Laboratorium Agama dan Budaya Lokal (Label) UIN Sunan Kalijaga bekerja sama dengan AIFIS (American Institute for Indonesian Studies) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (18/11).

Penelitian disertasi Inayah mengambil judul "Multikulturalisme dalam Kebahagiaan dari Orang Towani Tolontang dan Orang Kajang di Sulawesi Selatan sampai Orang Wahabi di Jawa Tengah". Berlandaskan penelitiannya itu, ia menolak pandangan sempit terhadap ajaran Wahabi yang keras.

Peelitiannya di pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah, Banyumas, Jawa Tengah, menunjukkan, ajaran-ajaran Wahabi tidak selalu menyebabkan diskriminasi berbasis gender atau melahirkan sistem representasi di mana kebencian terhadap perempuan (misoginis) menjadi simbol dominasi dan kekuasaan maskulin.

Menurut Inayah, dalam proses pendidikan di Madrasah Wathoniyah Islamiyah ini, kaum perempuan juga terlibat dalam proses pendidikan, baik sebagai pengajar maupun pelajar. Bahkan siswa perempuan diperbolehkan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan di ruang publik, tetapi dengan syarat memakai jilbab untuk mencegah kekerasan seksual.

"Habitus dan praktik yang berakar pada pemahaman Wahabi dapat berperan dalam rekonstruksi identitas individu dan kolektif dan praktik yang tanpa kekerasan, tentang hubungan antara kemanusiaan dan ke-Ilahian, nasionalisme Indonesia, dan budaya Islam Jawa", pungkas pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam itu. (Red Alhafiz K)