Cirebon, NU Online
Buntet Pesantren disebut sebagai tanah perjuangan. Penyebutan ini tentu bukan niralasan. Pendiri, para kiai, dan masyarakat Buntet Pesantren semuanya berjuang untuk mendirikan negara.
"Seluruh orang bersaksi bahwa daerah kita, wilayah kita, walaupun kecil tapi memiliki peran yang besar dalam kehidupan bernegara," kata Wakil Sekretaris Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Bunter Pesantren H Munib Rowandi, Jumat (17/8). Hal tersebut disampaikannya saat memberikan amanat pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-73 kemerdekaan Republik Indonesia di halaman Masjid Agung Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat.
Laku setiap masyarakat Buntet, menurutnya, adalah bentuk perjuangan guna melanjutkan cita-cita para sesepuh.
Ia menceritakan bahwa Mbah Muqoyim begitu hebatnya berjuang guna melepaskan bangsanya dari belenggu penjajahan. Hal itu dilanjutkan oleh Kiai Mutaad, lalu Kiai Abdul Jamil.
"Dan ketika kemerdekaan itu sudah kita capai, Kiai Abbas mempertahankannya," ujarnya.
Oleh karena itu, H Munib mengingatkan bahwa siapapun yang ada di Pondok Buntet Pesantren adalah pelanjut perjuangan para sesepuh. Baik santri, siswa, guru, dan seluruh masyarakat berjuang sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
"Kami mengimbau, terimalah amanat yang telah diberikan oleh sesepuh kita dengan konsekuen dan tanggung jawab," pinta Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren tersebut.
Sebab, lanjutnya, Buntet Pesantren menjadi salah satu penentu keputusan negara."Terus berjuang untuk mengisi kemerdekaan ini, karena dari Buntet inilah, negara menunggu tingkatan-tingkatan, menunggu keputusan-keputusan menjadi negara yang bebas, negara yang merdeka, negara yang sejahtera, adil, dan makmur," pungkasnya.
Upacara ini dilakukan setiap tahun oleh Pondok Buntet Pesantren. Kegiatan diikuti seluruh sivitas akademika dan masyarakat Buntet Pesantren.
Sementara itu, pengibaran bendera merah putih dilakukan oleh pasukan pengibar bendera (Paskibra) gabungan perwakilan setiap madrasah yang sudah dilatih berbulan-bulan.
Sedangkan lagu kebangsaan, lagu wajib nasional, dan lagu daerah dinyanyikan oleh paduan suara Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putri dengan diiringi marching band Gita Nusa Nawa MANU Putra. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)