Daerah HARI SANTRI 2019

Santri Hendaknya Jaga Ucapan dan Tidak Umbar Keburukan Orang 

Ahad, 13 Oktober 2019 | 06:00 WIB

Santri Hendaknya Jaga Ucapan dan Tidak Umbar Keburukan Orang 

KH Abdurrahman Al-Kautsar (kanan) bersama Gus Baha' dan KH Agus Ali Masyhuri. (Foto: NU Online/Rof Maulana)

Surabaya, NU Online 
KH Abdurrahman Al-Kautsar merupakan putra dari KH Nurul Huda Jazuli, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, Jawa Timur. 
 
Gus Kautsar, sapaan akrabnya didapuk sebagai pembanding KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha' pada acara Ngaji Mahasantri Milenial. Kegiatan dilaksanakan di lantai tiga kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, jalan Masjid Al-Akbar Timur No 9, Surabaya, Sabtu  (12/10). 
 
Gus Kautsar yang diberi kesempatan pertama berbicara mengatakan Gus Baha’ adalah fenomena baru yang luar biasa. 
 
“Saat ini Allah sedang cinta kepada Gus Baha’ begitu juga dengan Malaikat Jibril. Tidak hanya itu, kemudian Malaikat Jibril broadcast kepada penduduk bumi sehingga kita semua dibuat cinta kepada Gus Baha’,” katanya 
 
Dalam pandangannya, Gus Baha’ sebagai santri almaghfurlah KH Maimoen Zubair memiliki keilmuan gotak gatik matuk.
 
Dengan mengutip kalimat dari Hudzaifah bin Yaman yang mengatakan kepada santrinya bahwa semua berada di masa ketika kalian meninggalkan 10 persen saja yang kalian ketahui akan hancur dan celaka. 
 
“Tapi juga akan ada masa di mana mereka melakukan 10 persen apa yang didengar dan dilihat, insyaallah akan selamat.” urainya. 
 
“Itulah diri kita, yang sangat penting sekali mendapatkan panutan dan guru yang tepat. Karena situasinya seperti saat ini, di mana-mana itu banyak guru. Maka carilah guru yang sanadnya jelas, jangan asal-asalan. Jangan sampai kalian sombong karena bisa bahasa Arab sehingga tidak membutuhkan guru,” pesan Gus Kautsar kepada para mahasantri yang memadati seluruh lantai di PWNU Jatim tersebut. 
 
Ibnu Khaldun mengatakan orang yang sama sekali tidak pernah bertemu dan bertatap muka dengan gurunya, apa yang mereka yakinkan itu hanyalah sebuah perkiraan saja dan sama sekali bukan sebuah keyakinan. 
 
“Semua kiai yang hadir ini semuanya punya kiai. Gus Baha’ ketika ngaji selalu mengatakan ini menurut guru saya. Itulah watak santri. Kalau tidak begitu bahaya. Jangan sampai gurunya google translit terjemahan lalu komentar,” terangnya.
 
Gus Kautsar kembali mengutip Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah yang mengatakan bahwa semua harus ngaji, sehingga mendapatkan kartu tanda santri. 
 
“Ketika kalian mengamalkan ilmu, itu baru disebut ahlul ilmi,” katanya. 
 
Dalam pandangan Gus Kautsar, Gus Baha’ adalah sosok pemimpin. 
 
“Yang paling prinsip dari dawuh Sayyidina Ali adalah mereka adalah orang yang sama sekali tidak provokatif dalam ucapannya dan tidak suka mengumbar keburukan orang lain,” pungkasnya.
 
Kegiatan ini sebagai mata rangkai peringatan Hari Santri 2019 yang digelar PWNU Jatim.
 
 
Pewarta: Rof Maulana
Editor: Ibnu Nawawi