Bandung, NU Online
Semua agama mempunyai doktrin masing-masing, sedangkan doktrin itu sendiri yang menyatukan ideologi dan perilaku masyarakat beragama, tetapi ketika doktrin berdialog dengan keragaman kultur yang berbeda, maka di situ akan muncul perbedaan pemahaman dan perwujudan beragama. Dari hal itu, maka melahirkan karakter Islam. Misalnya, mengapa ada NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain sebagainya. Itu hal yang wajar kalau memahami konsep beragama.
Demikian disampaikan Setia Gumilar, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora dalam Seminar Dewan Mahasiswa bertajuk ‘Mencegah Kekerasan Atas Nama Agama’ di aula Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Senin (28/3).
Gumilar mengatakan, kalau umat beragama mengetahui proses perwujudan beragama, maka tidak ada suatu kelompok menghegemoni kelompok lain dalam urusan beragama. Seandainya dipahami seperti demikian, maka tidak akan ada yang merasa paling benar sendiri dalam kelompok Islam.
“Karakternya berbeda, tapi doktrinnya sama kok, bersumber Al-Qur'an dan As-Sunnah,” ujar Gumilar dihadapan ratusan mahasiswa dari kalangan NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain.
Menurutnya, dalam teori fungsional, agama itu muncul untuk memberikan suatu ketenangan dan ketenteraman harmoni kestabilan kehidupan. Di balik fungsional agama, ternyata agama diklaim sebagai biang kekerasan.
“Pertanyaannya, mana yang salah? Agamanya ataukah penganutnya?Persoalannya bukanlah agamanya, tetapi umat beragamanya,” tegas kader NU Bandung itu.
Sementara itu, Ketua Jaringan Kerja Antarumat Beragama Wawan Gunawan memandang kegagalan dalam memahami realitas keberagamaan menimbulkan sikap intoleransi. Sikap ini tidak siap menerima perbedaan orang lain, lalu melakukan diskriminasi, melakukan kekerasan, akhirnya menjadi teroris.
“Pelaku bisa lakukan oleh masyarakat dinamakan intoleran, kalau dilakukan oleh negara dinamakan pelanggaran, karena janji negara itu melindungi Hak Asasi Manusia,” tambah pengurus Lakpesdam NU Jawa Barat itu.
Wawan menawarkan solusi bagi penganut beragama untuk mengembangkap sikap keberagamaan yang saling menghargai, seperti konsep pluralisme yang sadar hidup dengan situasi yang majemuk. “Perlu merumuskan agenda hubungan antaragama, mengembangkan keberagamaan yang terbuka, saling belajar,” pesan Wawan. (M Zidni Nafi’/Fathoni)