Daerah

Pesantren Sentral Pengembangan Pendidikan di Desa

NU Online  ·  Ahad, 11 Agustus 2013 | 23:55 WIB

Probolinggo, NU Online
Keberadaan sebuah pesantren yang menjadi sentral pengembangan pendidikan, khususnya pengetahuan agama, menjadi berkah tersendiri bagi sebuah desa.<>

Hal itulah yang dirasakan oleh masyarakat Desa Tanjungsari Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo. Desa yang berjarak kurang lebih 6 km arah timur Pesantren Zainul Hasan Genggong ini didiami beberapa pesantren, salah satunya adalah Pesantren Darut Tauhid.

Adalah KH. Masyhudi, pria yang terlahir pada 63 tahun silam ini menjadi pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Darut Tauhid hingga kini. Melihat dari perkembangan pendidikan, pesantren yang berdiri sejak tahun 1984 ini sudah terlihat banyak kemajuan mulai dari pendidikan formal sampai pendidikan non formal.

Berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 2,5 hektar, Pesantren Darut Tauhid ini mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan formal dan non formal, mulai dari jenjang terkecil sampai pendidikan tingkat atas.

Yang berada dibawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darut Tauhid, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darut Tauhid dan Madrasah Aliyah (MA) Darut Tauhid.

Selain pendidikan yang berada dibawah Kemenag, pesantren ini memiliki madrasah diniyah dan pengajian kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren itu sendiri. Dan untuk pengajian kitab kuning, Kiai Masyhudi atau yang dijuluki Kiai Barongan yang membimbing langsung.

Sedangkan pendidikan formal yang berada dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ada di Desa Patemon Kecamatan Krejengan Kabupaten Probolinggo. Area pendidikan itu berdiri di atas lahan seluas + 3 hektar meliputi Taman Kanak-kanak (TK) Darut Tauhid, Sekolah Dasar (SD) Darut Tauhid, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Darut Tauhid dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Darut Tauhid.

Alhamdulillah, itu bagian dari perkembangan dan kemajuan yang telah berhasil diraih”, ungkap Kiai Barongan saat ditemui NU Online di Pesantren Darut Tauhid, Ahad (11/8).

Disamping itu, Pesantren Darut Tauhid juga menyediakan asrama untuk santri yang berinisiatif menetap di area pesantren. Hingga kini, jumlah santri putra dan putri yang menetap di asrama kurang lebih 250 santri. Jika ditotal keseluruhan dengan yang hanya sekolah di pendidikan formal saja ada kurang lebih 600 santri.

“Mereka berasal dari lingkungan desa sekitar dan beberapa wilayah Probolinggo, bahkan ada beberapa santri yang dari Jakarta juga luar pulau Jawa,” tuturnya.

Dari tahun demi tahun, santri yang bermukim bertambah banyak, bahkan diikuti juga oleh santri putri. “Saya mengajar Alqur'an dan pendidikan keagamaan saja kepada santri yang mukim. Kurang lebih sekitar tujuh tahun. Baru pada tahun berikutnya saya mendirikan lembaga formal seperti MI mengikuti jejak Pesantren Zainul Hasan Genggong,” pungkasnya penuh semangat.



Redaktur     : A. Khoirul Anam
Kontributor : Syamsul Akbar