Daerah

Pengasuh Pesantren dan Aktivis Bahtsul Masail Ini Raih Gelar Doktor

Sen, 6 Mei 2019 | 07:30 WIB

Pengasuh Pesantren dan Aktivis Bahtsul Masail Ini Raih Gelar Doktor

Mohammad Mukhrojin (kanan) usai sidang terbuka di Untag Surabaya.

Surabaya, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Bismar Al-Mustaqim Surabaya, Mohammad Mukhrojin membuktikan bahwa kalangan pesantren juga bisa meraih gelar akademik tertinggi. Yakni berhasil menuntaskan pendidikan program doktor, bahkan di usia yang cukup muda, 31 tahun.

Mukhrojin meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji dalam sidang terbuka program doktor Ilmu Administrasi Publik Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Jumat (3/5) lalu.

“Alhamdulillah, keberhasilan ini berkat dukungan keluarga dan doa anak-anak yatim yang menjadi santri saya. Insyaallah, gelar doktor ini akan menambah semangat pengabdian saya kepada masyarakat,” tutur Mukhrojin, Senin (6/5).

Alumni  Pondok Pesantren An-Nur Sidoresmo, Surabaya  ini mengangkat judul disertasi tentang Implementasi Kebijakan Pengelolaan Zakat dalam Meningkatkan Peran dan Fungsi Kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di Jawa Timur.

Dalam penelitianya pria yang pernah menjadi juara pemuda pelopor tingkat kota Surabaya ini menjelaskan pentingnya pengembangan model fungsi pengelolaan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan zakat oleh Baznas.

Di samping itu untuk mengoptimalisasikan pendistribusian zakat diperlukan model distribusi perputaran dana bersifat produktif sehingga mustahik (penerima zakat) akan beralih menjadi muzakki (pemberi zakat).

“Kalau dikelola secara profesional dan amanah zakat bisa untuk membiayai pembangunan. Bahkan bisa untuk membiayai penelitian ilmiah, sehingga pemuda-pemuda cerdas Indonesia tidak lagi dibajak oleh negara lain. Mereka bisa mengamalkan ilmu dan pengabdiannya untuk bangsanya sendiri,” ujarnya.

Aktivis bahtsul masail Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya ini menuturkan suka dukanya menjalani pendidikan hingga berhasil meraih gelar doktor selama 3 tahun. Ia tak pernah membayangkan bisa menyandang gelar tersebut. Terlebih ia berasal dari keluarga petani pelosok desa ujung timur yakni Kabupaten Banyuwangi. 

Ia menambahkan judul yang ditelitinya sudah dimasukan ke jurnal dan juga telah  dipublikasikan ke skala internasional. Dalam waktu dekat sudah  direncanakan dicetak untuk diterbitkan.

“Gelar doktor ini berkah buat saya. Jangankan berharap, mimpi saja tidak pernah. Karena saya sadar hanya anak petani. Alhamdulillah, saya diberi jalan dan kemudahan,” tandasnya.

Kala itu sidang disertasi dipimpin langsung oleh Rektor Untag H Mulyanto Nugroho, dengan anggota sejumlah profesor yaitu H Sukristyanto (promotor), H Achmad Sjafii (ko-promotor), Rudy Handoko (Ketua Prodi Ilmu Administrasi Untag), Endro Tjahjono (Dekan Fisip Untag), Sam Abede Pareno, Arif Darmawan, dan Made Warka. Ada juga penguji dari luar Untag, yakni Setyo Yuwana yaitu guru besar Universitas Negeri Surabaya.

Setelah menjawab rentetan pertanyaan dari tim penguji yang berjumlah 9 orang dan 3 penanya akademik, salah satunya Ketua PCNU Kabupaten Lamongan KH  Supandi, Mukhrojin akhirnya dinyatakan lulus. Predikat yang diraih yakni cumalude dengan IPK 3,90 yang hampir mendekati sempurna. (Abdul Hady JM/Ibnu Nawawi)