Daerah

Pembacaan Hizib, Doa Penolak FDS Secara Santun

NU Online  ·  Rabu, 12 Juli 2017 | 18:50 WIB

Kudus, NU Online 
Penolakan terhadap kebijakan Menteri Pendidikan tentang five day school (FDS) kian meIuas hingga pelosok desa. Demikian itu tampak dari berbagai upaya yang dilakukan GP Ansor Kecamatan Dawe yang kompak akan melakukan doa bersama masyarakat.

Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Dawe, Mohammad Sahlan, menyampaikan dirinya telah menginstruksikan kepada para pengurus ranting agar menggelar pembacaan hizib dan Shalawat Nariyah di daerahnya masing-masing. Hal itu dilakukan sebagaimana anjuran yang disampaikan oleh Pengurus RMI NU Pusat. 

“Iya akan dibaca serentak di waktu yang sama, tapi di tempat yang berbeda-beda karena kami telah intruksikan untuk membacanya baik di rumah, masjid, mushalla atau di manapun berada,” katanya, Rabu (12/7).

Menurut Sahlan, langkah itu sangat penting mengingat dampak yang ditimbulkan bisa saja membahayakan generasi Islam di masa mendatang. Alasannya, jika FDS dijalankan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin) yang merupakan pusatnya pendidikan dasar Islam yang akan tergerus.

“Ini sangat membahayakan kader generasi penerus Islam yang nantinya dikhawatirkan akan mudah terjerumus ke dalam paham radikalisme Islam,” ungkap pengasuh madrasah Tasywiqul Qur’an Kudus itu.

Disamping itu, lanjut Sahlan, membaca hizb/dzikir adalah salah satu cara yang dianggap mujarab untuk berdoa pada Allah SWT. Tujuannya yaitu agar negeri ini diberi keselamatan dan diberikan jalan yang benar dan baik. Pembacaan hizb dan doa bersama itu juga dianggapnya sebagai penolakan dengan cara yang santun terhadap kebijakan FDS.

“ITU sekaligus bentuk santun penolakan FDS dari pada berdemontrasi memacetkan jalan sambil berteriak,” bebernya.

Senada dengan dia, anggota IPPNU Komisariat MA NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus, Tsania Laila Maghfiroh, mengatakan dengan cara itu NU teguh memegang prinsip menjaga sikap santun.

“Bagus sih, itu upaya NU untuk menolak FDS tpi secara halus, lewat doa-doa,” katanya.

Menurut Tsania, porsi belajar anak tidak bisa dipaksakan sama. Ia menilai FDS bukanlah solusi terakhir dari kebijakan pendidikan yang tepat. “Pasti ada metode pembelajaran yang lebih baik dari FDS,” katanya. (M. Farid/Abdullah Alawi)