Daerah

Pemahaman Agama Parsial Jadi Faktor Intoleransi

Jum, 26 November 2021 | 23:00 WIB

Pemahaman Agama Parsial Jadi Faktor Intoleransi

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Magelang Shofianur saat menjadi narasumber pada Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK bekerja sama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN) dengan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama RI di Hotel Favehotel Kusumanegara, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY, Jumat (26/11/2021).

Yoyakarta, NU Online

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Magelang Shofianur mengungkap insiden kekerasan mengatasnamakan agama sangat bertentangan dengan prinsip kehidupan umat manusia. Insiden-insiden kekerasan tersebut terjadi disebabkan karena pemahaman agama yang parsial, konflik pendirian tempat ibadah, dan ketidaksiapan hidup berdampingan karena perbedaan, merupakan faktor penyebat terjadinya intoleran.


Hal itu disampaikan saat mengisi materi Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK bekerja sama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN) dengan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama RI di Hotel Favehotel Kusumanegara, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY, Jumat (26/11/2021).


“Maka dibutuhkan pemahaman yang komprehensif yang dapat mengakomodir dan meluruskan paham-paham yang bertentangan dengan kemaslahatan bersama terlebih untuk keberlangsungan kehidupan umat beragama,” ujar Shofi panggilan akrabnya.


Untuk itu, Shofi berharap agar para guru ikut andil dalam menangani masalah tersebut. Menurutnya, guru mempunyai peran strategis dalam memberikan pemahaman yang benar terhadap peserta didiknya melalui belajar mengajar. 


Selain itu, ia menegaskan bahwa perlu ditekankan kembali kepada peserta didik agar belajar sejarah dari para ulama terdahulu dalam memperjuangankan kemerdekaan Indoenaia. Dari situ, menurutnya, kecintaan terhadap tanah air akan semakin kuat dan terhindar dari doktrin yang mengarah kepada kekerasan sesama anak bangsa.


“Penanganan secara khusus dan terencana harus dilakukan oleh berbagai pihak agar dapat menyelesaikan konflik kekerasan atas nama agama. Apabila tidak ditangani secara serius, kerugian mulai dari ekonomi, sosial, politik dan materi yang luar biasa besarnya akan dialami bangsa Indonesia,” ujar Shofi.   


Lebih lanjut, shofi menjelaskan bahwa lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai kekerasan atas nama agama. Pendekatan edukatif, menurutnya, adalah cara terbaik bagi seluruh peserta didik yang dapat diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan kurikulum sekolah. Melalui latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan negosiasi oleh teman sebaya merupakan usaha bersama agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mendamaikan.


“Peran guru agama adalah menanamkan karakter moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penting dijelaskan kepada peserta didik bahwa kita hidup di Indonesia kaya akan keberagaman. Tugas kita adalah memberikan tempat kepada mereka untuk hidup berdampingan dengan kita secara damai,” ujarnya.  


Shofi berharap kepada para guru dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat melalui pendidikan dapat membentengi agar tidak terjadi gesekan sekecil apapun, baik gesekan agama, perbedaan, perselisihan dan perdebatan. Menurutnya, hal ini akan menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sudah dibangun sejak dulu oleh para pendiri bangsa.


Ketua P3SN, Khaidar Tantowi dalam sambutannya mengatakan dari kegiatan ini yang perlu ditekankan oleh para guru kepada peserta didiknya adalah membangun rasa cinta tanah air. Menurutnya, sudah banyak gerakan yang dapat meruntuhkan rasa cinta tanah air generasi muda. 


“Guru-guru PAI ditekankan untuk membangun karakter moderasi beragama kepada peserta didiknya, kepada lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Dari kegiatan ini nilai yang paling ditekankan oleh pemerintah adalah cinta tanah air. Karena sudah banyak ditemukan ancaman runtuhnya nilai-nilai kebangsaan dan persatuan,” ujar Khaidar yang juga ketua PC Pergunu Jakarta Pusat. 


Lebih lanjut, Khaidar menjelaskan bahwa akhir-akhir ini di media sosial begitu masifnya gerakan yang mengarah kepada kekerasan, intoleran dan adu domba. Hal tersebut menjadi ancaman nyata generasi milenial akan rasa cinta tanah air dan nilai kebangsaan. Untuk itu, kata Khaidar, nilai moderasi beragama penting untuk dikuatkan kepada generasi muda agar tidak terpengaruh oleh media sosial yang mengarah kepada kekerasan.   


Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Syakir NF