Daerah

MWCNU Udanawu Turba ke Balai Desa- Balai Desa

NU Online  ·  Rabu, 22 Juni 2016 | 01:45 WIB

Blitar, NU Online
Program turun ke bawah (turba) Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, pada Ramadhan ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelumnya safari Ramadhan dilakukan di masjid-masjid, kali ini program rutin itu digelar di balai desa-balai desa.

Tim MWCNU terdiri dari 10 orang dan dampingi tiga unsur Muspika, yaiut Camat, Kapolsek dan Danramil Udanawu. Bertindak sebagai ketua tim Rais Syuriyah MWCNU Udanawu KH Moh Muhid dan Ketua Tanfidhiyah MWCNU H Mohammad Mansyur.

Hingga pertengahan Ramadhan ini, sudah 4 desa atau Pengurus Ranting NU dari 12 desa yang telah dikunjungi tim safari MWCNU Udanawu. Yakni Pengurus Ranting NU Sumbersari, Pengurus Ranting Besuki, Pengurus Ranting NU Temenggungan, dan Pengurus Ranting NU Bakung.

“Alhamdulillah selama tiga kali safari ke ranting-ranting ini, kita selalu didampingi Muspika. Pak Camat, Danramil dan Kapolsek. Sehingga semua persoalan keumatan bisa disampaikan,” ungkap H Mohammad Mansyur, Senin (20/6) malam.

Selain itu dalam safari juga diikuti KH Syaikuddin Rahman selaku Mustasyar MWCNU Udanawu. Pak Cikut, panggilan akrab Kiai Syaikuddin selalu berkesempatan memberikan taushiyah. Untuk program organisasi NU langsung disampaikan Rais Syuriyah MWCNU. Sementara untuk program dan kegiatan masyarakat langsung disampaikan Camat Udanawu Zainal Ma’arif atau sekretaris kecamatan setempat, Suyono.

“Terkait dengan NU ditangani pengurus NU. Yang terkait dengan program pemerintah langsung disampaikan Pak Camat atau sekretarisnya. Ini artinya apa? Bahwa di Udanawu, ulama dan umara’ selalu seiring dan sejalan. Sehingga kalau ada persoalan keumatan langsung bisa di selesaikan bersama-sama,” kata Mansyur.

Dalam safari ini titik poin yang disampaikan ada dua hal. Pertama, masalah program kerja NU dan kebijakannya. Kedua, masalah stabilitas negara, yang dikaitkan dengan isu-isu terkini seperti radikalisme dan komunisme.

“Dua persoalan ini disampaikan secara gamblang oleh tim disertai dengan beberapa bukti. Sehingga hadirin langsung paham,” tambahnya.

Setiap lokasi tidak kurang dari 300 orang hadir dalam kegiatan tersebut. Mulai dari perangkat desa, pengurus NU dan badan otonomnya juga beberapa tokoh masyarakat dan anggota majelis ta’lim di ranting setempat. “Sehingga apa yang disampaikan tim ini sangat tepat ke sasaran,” tambahnya.

Sementara Kiai Syaikuddin pada kesempatan tersebut banyak mengupas masalah hikmah dan fadhilah puasa Ramadhan.  Setiap kesempatan ada sesi tanya jawab masalah fiqih. “Pak Kiai bagaimana hukumnya jual beli kotoran. Kan lingkungan kita ini banyak peternak. Sebagian ada yang menjual kotoran untuk pupuk,” ujar salah seorang peserta.

Menurut Kiai Cikut, jual kotoran itu hukumnya haram atau tidak boleh. “Kita kan pakai madzhab Syafii. Jual beli kotoran tidak boleh. Supaya boleh bagaimana? Akadnya harus dibetulkan. Tidak jual kotorannya. Namun hanya sebagai ongkos bersih-bersih atau lainnya,” katanya. (Imam Kusnin Ahmad/Mahbib)