Helmi Abu Bakar
Kontributor
Banda Aceh, NU Online
Amar ma'ruf nahi mungkar bukanlah kewajiban satu kelompok atau individu saja, seperti pemerintah atau ulama. Tindakan mencegah kemungkaran merupakan kewajiban umat Islam sesuai dengan status dan kemampuan masing-masing individu dan kelompoknya.
Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, "Siapapun yang melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangan. Jika tidak bisa, maka hendaklah mengubahnya dengan lisan/ucapan, dan jika tidak bisa, maka dengan hati."
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Syekh H Hasanoel Basri HG menyampaikan bahwa tangan yang dimaksud dalam banyak tafsir atas hadits itu dimaknai sebagai kekuasaan. Dalam konteks sosial demokrasi saat ini, hal tersebut dapat diartikan sebagai pemerintah atau orang-orang yang menjadi pemegang kebijakan.
Baca Juga
Mustasyar PBNU Jelaskan Kiamat
"Dengan begitu, maka makna hadits tersebut adalah bahwa jika engkau melihat kemungkaran (kejahatan, keburukan dan kerusakan sosial), maka hendaklah mengubahnya dengan kekuatan atau kebijakan publik tersebut,'' katanya dalam pengajian umum Tastafi (Tasawuf, Tauhid dan Fiqh), Sabtu, (18/11/2023).
Pimpinan Dayah MUDI Samalanga itu menambahkan, jika kita tidak punya kekuasaan, maka tindakan mengubah, menghilangkan atau menghapus kemungkaran hendaklah dilakukan dengan lisan. Ia menjelaskan bahwa lisan yang dimaksud dalam hadits di atas bisa diartikan sebagai dialog, pencerahan, ceramah, nasihat, khutbah dan sejenisnya. Tentu hal yang disampaikan berupa bahaya dari kemungkaran itu.
"Terakhir, Jika tidak mampu, maka setiap individu masyarakat harus menghindarinya dan menjauhinya sejauh-jauhnya dari berbuat kemungkaran itu. Ini makna dari kata "fa bi qalbih" (dengan hati) yang merupakan kewajiban selain dua kelompok di atas (orang awam),' ujarnya.
Pendiri Kampus IAI Al-Aziziyah Samalanga menyampaikan bahwa dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 44, umat Islam tidak hanya menyeru kepada orang untuk melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, tetapi juga harus bertindak dan melaksanakan apa yang disampaikannya.
"Mencegah dan menghindari maksiat sebuah kewajiban begitu juga dengan mengajak atau menyeru kebaikan kewajiban lainnya. Intinya jangan sampai tidak mencegah mungkar, sehinga kewajiban untuk berdakwah kebaikan ditinggalkan," jelas Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah itu.
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua