Daerah

Menjadi Santri Kiai Sahal Itu Istimewa dan Berkah

Sen, 19 Maret 2018 | 00:00 WIB

Menjadi Santri Kiai Sahal Itu Istimewa dan Berkah

Salah satu peserta hataman KMF Jakarta

Jakarta, NU Online
Menyandang predikat santri KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh atau Kiai Sahal adalah sesuatu yang istimewa dan berharga karena keluasan ilmu, kebesaran nama, dan keberkahannya. Di samping itu, saat ini seorang secara fisik tidak bisa lagi menjadi santri Kiai Sahal karena ia sudah wafat. Berbeda dengan menjadi alumni suatu universitas seperti UIN (Universitas Islam Negeri) atau UI (Universitas Indonesia). Selama universitas tersebut masih ada, maka seseorang masih memiliki kesempatan untuk menyandang predikat sarjana kampus tersebut. 

“Tapi menjadi santrinya Kiai Sahal sudah tutup sekarang secara fisik,” kata Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Hadrawi dalam acara Haul Masyayikh Perguruan Islam Mathali’ul Falah dan Hataman Bulanan KMF Jakarta di Ndalem Kiai Sahal di Pejaten, Jakarta, Ahad (18/3).

Ulil mengaku, segala urusan yang dilakukannya selalu dimudahkan manakala orang-orang yang bersinggungan dengannya mengetahui bahwa dia adalah santri dari Kiai Sahal. Mulai dari masuk kuliah di UIN Jakarta, menjadi dosen, hingga mencari pasangan hidup .  

“Sampai cari istri yang dipakai predikatnya santri Kiai Sahal lagi. Gak ada yang lain. Gak ada (pertanyaan waktu) nyari istri, S1 nya apa?” ucap santri Kiai Sahal ini.  

“Ini saya ya. Gak tau kalau yang lain,” ujar Dosen UIN Jakarta yang mengaku mendapat keberkahan karena telah menjadi santri dari Kiai Sahal.

Keteguhan Kiai Sahal
Kiai Sahal dikenal sebagai kiai yang irit bicara dan memiliki pendirian teguh. Sehingga ketika dia mengatakan sesuatu hal, maka tidak ada seorang pun yang berani ‘membantahnya.’ 

Ulil menceritakan, suatu ketika panitia Muktamar NU ke-31 sedang mengadakan rapat. Mereka membahas waktu pelaksanaan muktamar. Lalu ada usulan dari beberapa pihak yang menyatakan bahwa Muktamar NU ke-31 di Solo diadakan pada bulan Muharram. Mendengar hal itu, Kiai Sahal yang ikut rapat langsung merespons. 

“Kalau bulan Syuro (Muharram) gak bisa karena saya ada haul Kajen (Mbah Mutamakkin). Kalau mau muktamar, silahkan muktamar sendiri,” kata Ulil menirukan Kiai Sahal.

“Itu rapat langsung ditutup. Cari hari lain. Udah gak ada A, gak ada B,” tambahnya.

Akhirnya panitia mengganti waktu Muktamar NU ke-31 lantaran respons dari Kiai Sahal tersebut yang tidak akan hadir manakala tetap dilaksanakan pada Muharram. (Muchlishon)