Daerah

Mengenal Tradisi Sampajang Saratu' Malam Nisfu Sya'ban di Sulsel

NU Online  ·  Jumat, 12 Mei 2017 | 03:00 WIB

Makassar, NU Online
Peringatan malam nisfu sya'ban dihelat khusus, Kiai Anwar Sadat dan masyarakat Belawa, Wajo, Sulawesi Selatan dengan menggelar Muhasabah dan Sampajang Saratu', di bilangan Lacukkang Makassar, Jumat (12/5) dini hari.

Selain di Makassar, acara Ihya Ilahiyah Lailatul Nisfu Sya'ban ini telah menjadi rangkaian acara rutin di Masjid Darussalam Mange, Kecamatan Belawa, Wajo. Begitupula di Malangke Luwu Utara, Masjid Tua di Kabupaten Bone serta sebaran pengamal tarekat.

Seperti apa itu Sampajang Saratu'. KH Anwar Sadat menejlaskan yang juga tertuang dalam buku biografi Anregurutta Haji (AGH) Abdul Malik Muhammad, pengabdian tanpa batas yang ditulis Saprillah yang juga peneliti Kementerian Agama

Jejak sufisme terlihat pada praktik ritual (alm) AGH Abd Malik, yaitu shalat 100 rakaat setiap pertengahan malam Nisfu sya'ban. Ritual ini sudah dilakukan oleh Anregurutta sejak usia muda, shalat sunah ini semula adalah shalat dilakukan sendiri oleh Anregurutta. Namun atas desakan komunitas pakkamisi, shalat ini akhirnya dilakukan secara bersama-sama.

Shalat sunat 100 rakaat atau lebih dikenal dengan sampajang saratu' telah menjadi tradisi tahunan bagi sebagian besar masyarakat Belawa. Tradisi ini tidak lagi semata berfungsi sebagai ritual belaka tetapi juga telah menjadi media penguatan silaturrahim antar masyarakat Belawa.

Masyarakat Belawa yang tinggal di luar Belawa biasanya menyempatkan diri datang ke Belawa untuk melaksanakan sampajang saratu’ ini. Semacam tradisi mudik khas masyarakat Belawa. Sembilan tahun belakangan masyarakat Belawa yang tinggal di Makassar melaksanakan sempajang seratu' di rumah pribadi KH Anwar Sadat.

Artinya, ritual ini tidak hanya dilaksanakan ketika Anregurutta masih hidup tetapi telah menjadi bagian dari ritual masyarakat Belawa. Ritual ini sepertinya telah beralih menjadi identitas masyarakat Belawa. 

Kalau ada orang yang melakukan sempajang seratu bisa dipastikan itu orang Belawa atau punya jaringan geneologis dengan orang Belawa, baik melalui jalur kekerabatan atau jalur pengetahuar, misalnya mantan murid (alm) AGH Abd Malik.

Salah satu contoh, komunitas masyarakat Islam di Kampung Belawa Baru, di Kecamatan Malangke, KabuLuwu Utara (sekitar 250 km dari Belawa Wajo). Sebagian penduduk kampung ini berasal dari Belawa (Wajo) yang datang sejak tahun 1970-an. Karena itulah dinamai kampung Belawa.

Dari mana Anregurutta menerima pengetahuan dan kemudian mempraktikkan ritual sampajang saratu'?

Dalam kitab klasik dunia Islam, ada dua buku dan satu literatur yang membahas soal ini yaitu kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Gazali. Di dalam kitab ini memang berisi penjelasan tentang keutamaan malam nisfu Sya'ban termasuk salat (Ihya llailah) di dalamnya.

Kitab Ihya Ulumuddin adalah kitab populer di kalangan umat Islam. Semua ulama dan santri di Nusantara mengetahui dan pernah membaca buku ini.

Kitab lainnya yang agak langka adalah kitab Al-Ghuniyah Lithalibi Thariqi al-Haq karya Syekh Abdul Qadir Jaelani. Dalam kitab ini disebutkan secara jelas bahwa shalat yang dilakukan oleh para salafussaleh pada saat malam nisfu sya'ban adalah shalat sunah seratus (100 rakaat dengan seribu (1000 kali membaca surat Al-Ikhlas. Setiap rakaat seusai membaca Al-Fatihah diteruskan dengan membaca surat Al-ikhlas sepuluh kali, shalat ini disebut sebagai shalat khair atau shalat kebaikan.

Kuat dugaan kalau Anregurutta berdasar pada kitab Abdul Qadir Jaelani dalam melakukan ritual dengan dua alasan. Pertama, Anregurutta memiliki ketertarikan tersendiri dengan dunia sufisme. Kedua, kitab ini lebih rinci menjelaskan tentang salat sunnat 100 rakaat. (Ahmad Arfah/Fathoni)