Daerah

Mengedepankan Nafsu Bikin Orang Mabuk Beragama

Rab, 25 Desember 2019 | 08:00 WIB

Mengedepankan Nafsu Bikin Orang Mabuk Beragama

Wakil Rais Syuriyah PCNU Kota Metro KH Jamal Idrus Assyafii saat be​r​​​​​ceramah di Pringsewu, Lampung, Rabu (25/12) (Foto: NU Online/M Faizin)

Pringsewu, NU Online
Wakil Rais Syuriyah PCNU Kota Metro KH Jamal Idrus Assyafii mengatakan di era teknologi dan informasi saat ini, banyak masyarakat yang beragama tanpa mengukur diri. Akibatnya mereka kerap bersikap berlebih-lebihan, tidak sesuai dengan kapasitas. Banjirnya informasi mengakibatkan mereka juga beragama dengan nafsu, bukan dengan ilmu.
 
"Ini yang dinamakan mabuk dalam beragama. Kalau dalam dunia medis dinamakan over dosis. Tidak akan menyembuhkan malah akan membuat kronis penyakit," kata KH Jamal Idrus Assyafii saat menyampaikan ceramah di Pringsewu, Lampung, Rabu (25/12).
 
Ia menyontohkan bagaimana saat ini masyarakat yang belum memiliki kemampuan dan ilmu yang cukup, namun sudah berani memberikan fatwa. Selain itu, masyarakat juga banyak yang menyusahkan diri dalam beragama.
 
"Agama Islam itu agama yang mudah. Dan Allah sendiri menginginkan kemudahan bagi hambanya. Bukan kesulitan," tegasnya.
 
Sebagian kelompok juga saat ini menyusahkan diri sendiri dengan melarang berbagai tradisi yang diwarnai dan dimodifikasi dengan ibadah. Alasannya hal tersebut tidak dicontohkan oleh Nabi dan termasuk bidah.
 
"Sudah saatnya beragama dengan cara yang cerdas. Tidak semua bahan yang sama menghasilkan yang sama. Begitu juga dalam beragama. Tidak harus yang sama dibeda-bedakan dan yang beda disama-samakan. Islam menghargai perbedaan," katanya.
 
Semisal ayat Al-Qur'an, lanjutnya, jika bersama para qari akan menjadi seni baca Qur'an yang berkualitas. Jika di tangan para pecinta lukisan akan menjadi khat yang indah. Jika berada di tangan peneliti akan menjadi ilmu yang memberi manfaat banyak bagi umat.
 
Menurutnya budaya menjadi elemen penting dalam mentransfer nilai-nilai agama dalam kehidupan manusia. Sehingga kelompok yang berpikir tekstualis akan bersikap kaku dan cenderung tidak moderat.
 
"Padahal sudah jelas Allah memerintahkan kita untuk bersikap wasathiyah. Terkadang kita temui sesuatu yang diperbolehkan menurut agama, namun tidak tepat dari kacamata budaya dan tradisi. Di sinilah perlu bersikat wasathiyah (moderat)," tambahnya.
 
Oleh karenanya ia mengajak umat Islam untuk selektif memilih sumber ilmu dalam beragama. Diungkapkannya saat ini banyak bermunculan sosok yang instan dalam beragama, termasuk ustadz-ustadz dadakan yang membingungkan dan menjadi komoditas untuk berbagai kepentingan.
 
Sudah saatnya dalam belajar agama, masyarakat berpikir jernih dan tidak terbawa oleh arus paham yang mengedepankan identitas beragama dibanding nilai-nilai dalam beragama.
 
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan