Masyarakat Malang Rayakan Asyura dengan Tumpeng Akbar dan Shalat Tasbih
NU Online · Sabtu, 29 Agustus 2020 | 11:00 WIB

Warga Desa Karangan, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur menyambut malam 10 Muharram 1442 makan tumpeng bersama. (Foto: NU Online/Syarif Abdurrahman)
Syarif Abdurrahman
Kontributor
Malang, NU Online
Beragam cara dilakukan umat Islam di Indonesia dalam memeriahkan bulan Muharram. Seperti warga Desa Karangan, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur menyambut malam 10 Muharram 1442 (Asyura) dengan tumpeng akbar dan salat tasbih.
Titik pusat acara di lakukan di Masjid Al-Hidayah Karangan dan dilakukan dengan prokol kesehatan. Acara tersebut diikuti oleh warga sekitar dan santri Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangan.
"Alhamdulilah, malam ini terkumpul 136 tumpeng. Awalnya yang daftar 98 tumpeng, ternyata lebih banyak lagi," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Kiai Mukhlas, Jumat (28/8).
Ia menjelaskan, acara peringatan 10 Muharram 1442 ini dimulai dengan salat taubah 2 rakaat, salat tasbih 4 rakaat dengan dua salam dan salat hajat 2 rakaat.
Acara selanjutnya yaitu pemaparan sejarah singkat Masjid Al-Hidayah, ceramah agama oleh Kiai Mukhlas dan ditutup doa sekaligus dengan makan tumpeng bersama-sama.
"Bulan Muharram dianjurkan banyak sedekah dan salat tasbih," imbuhnya.
Kiai Mukhlas menjelaskan, Asyura adalah hari kemenangan para nabi. Di antaranya yaitu selamatnya Nabi Nuh dan umatnya dari banjir besar. Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrud. Nabi Sulaiman mendapatkan cincinya lagi.
Kesembuhan Nabi Ya'kub dari kebutaan dan ia dibawa bertemu dengan Nabi Yusuf pada hari Asyura. Nabi Musa selamat dari pasukan Fir’aun. Dan Nabi Isa diangkat ke langit setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal.
"Mudah-mudahan setelah perayaan Asyura hidup kita semua tambah berkah, seperti hidupnya para nabi. Termasuk nabi Muhammad Saw," ujar Kiai Mukhlas.
Sementara itu, salah satu pengurus Pesantren Al-Hidayah Yazid Bustomi mengatakan, acara tumpengan dan salat tasbih berlangsung setiap tahunnya di Masjid Al-Hidayah.
"Momentumnya untuk cari barakah dan doa bersama. Masyarakat bawa tumpeng dengan sukarela dan diantar langsung ke masjid," bebernya.
Ia menceritakan, tumpeng berasal dari singkatan (yen metu kudu mempeng) yang artinya ketika keluar harus sungguh-sungguh semangat.
Nasi tumpeng dijadikan hidangan dalam suatu perayaan yang memiliki makna ucapan syukur ataupun kebahagiaan. Dengan harapan manusia bisa menjalani kehidupan di jalan Tuhan dengan semangat, yakin, fokus, dan tidak mudah putus asa.
"Kita anggap ini bagian dari syiar Islam lewat budaya," tandas Yazid.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua