Masjid Muttaqin, Saksi Kerukunan dalam Keberagaman
NU Online · Jumat, 20 September 2013 | 00:49 WIB
Solo, NU Online
Masjid Muttaqin yang terletak di Desa Premulung, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah menjadi saksi bisu keberagaman paham keislaman di Solo yang sanggup hidup berdampingan secara rukun.
<>
Beberapa paham tersebut antara lain, NU, Muhammadiyah, Jama’ah tabligh, LDII, MTA. Meskipun mereka berbeda dalam pemahaman dan pengamalan namun keseluruhan paham Islam tersebut sudah terbiasa shalat dalam satu shaf dan saling menghormati perbedaan satu sama lain.
Pengurus masjid tersebut juga berasal dari semua aliran, namun yang bertindak sebagai imam shalat jama’ah berasal dari NU. “Awal saya menjadi imam di sini sempat kaget, ternyata jamaahya sangat majemuk. Pernah suatu saat saya mengadakan tahlilan dan istri saya mengadakan diba’an bersama jamaah putri namun kemudian kegiatan tersebut dilarang oleh pengurus masjid,” ujar Ali salah satu imam masjid saat dijumpai NU Online, Rabu (19/9).
Alasan pelarangan kegiataan tersebut salah satunya adalah karena kegiatan tersebut sangat rentan memancing kemunculan sikap fanatisme dari masing-masing aliran yang awalnya sudah berjalan berdampingan.
”Untuk kegiatan yang terlalu mencolok menunjukkan identitas aliran tertentu memang di masjid ini tidak diperkenankan, semula saya juga merasa kurang cocok dengan peraturan itu, namun setelah saya sowan pada Gus Mustamir (pengasuh Pesantren Al Muayyad) dan Gus Karim (pengasuh Pesantren Al-Qur’aniy) dan beliau menyarankan agar kerukunan tetap diutamakan dan jika suatu kegiatan dianggap akan menjadi pemicu rusaknya tatanan yang semula sudah baik, maka sebaiknya tidak usah diadakan secara terang-terangan,’’ imbuhnya
Sementara, KH. Syamsuri Pengurus Syuriah MWC NU Laweyan yang juga menjadi imam di masjid Muttaqin menuturkan bahwa dahulu memang beliau rutin memakai doa qunut setiap menjadi imam shalat subuh di Masjid Muttaqin, tetapi alhasil jama’ah subuh mulai berkurang.
Akhirnya demi menjaga keharmonisan dan memelihara kemakmuran masjid, saat ini setiap shalat subuh setelah I’tidal pada raka’at kedua, imam berhenti sejenak demi memberi kesempatan bagi jama’ah NU untuk membaca doa qunut sendiri-sendiri.
”Meskipun berbeda yang penting mau jama’ah di masjid, tidak saling menyalahkan, dan tidak terlalu memperlihatkan fanatisme terhadap suatu aliran tertentu,” paparnya, saat ditemui di kediamannya. (Ahmad Rosyidi/Mahbib)
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
3
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
4
Gencatan Senjata Israel-Hamas
5
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
6
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
Terkini
Lihat Semua