Banyumas, NU Online
Bersilaturahim saat lebaran membutuhkan kesabaran, dari satu rumah saudara ke rumah saudara lainya. Melakukan silaturahim saat lebaran juga banyak sekali manfaatnya, antara lain bisa saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan dan saling doa mendoakan untuk kebaikan hidup ke depan.
Tidak hanya itu, beberapa hidangan makanan juga disajikan. Salah satu makanan yang khas disajikan saat idul fitri ada ketupat, orang (Jawa) Banyumas dan Cilacap menyebutnya dengan kupat.
Mengenai filosofi ketupat sebagaimana yang dijelaskan KH Soimam Nawawi (Gus Soim), salah satu Dewan Pengasuh Pesantren Al-Ihya Ulumudin Kesugihan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ketika ditemui NU Online di kediamannya Senin, (25/6) siang.
"Ketupat atau kupat berasal dari kosa kata bahasa Jawa Ngaku Lepat (Mengaku Salah). Kupat juga dapat diartikan sebagai Laku Papat yang berarti Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan. Kupat biasanya dibungkus dengan Janur (Daun kelapa muda), bukan dengan plastik," ujarnya.
Dikatakan, Kenapa harus janur?" itu mengandung pesan kepada kita untuk menjaga lingkungan. Janur atau daun kelapa muda itu mudah sekali terurai oleh tanah, berbeda dengan plastik yang butuh ratusan tahun untuk terurai bakhan sangat sulit sekali terurai dan akan mencemari tanah.
"Janur juga memiliki makna yang sangat dalam, yaitu berasal dari bahasa Arab Ja'a Nuurun, yang berarti telah datang cahaya kebahagiaan karena telah selesai menjalankan ibadah puasa, dan kembali suci dihari idul fitri, Janur (Ja'a Nuur)," pungkas Kiai Nawawi. (Kifayatul Ahyar/Muiz)