Daerah

Lesbumi Pekalongan Dorong Sinergitas Melalui Gerakan Literasi 

Sel, 19 November 2019 | 07:45 WIB

Lesbumi Pekalongan Dorong Sinergitas Melalui Gerakan Literasi 

Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi (tengah baju putih) (Foto: NU Online/Abdul Muiz)

Pekalongan, NU Online
Keadaan pemikiran era milenial berbeda dengan zaman dahulu. Jika dulu ada pemikiran yang dilontarkan oleh pemimpin akan dikupas dalam kelompok diskusi. 

“Sekarang jika ada pemikiran, maka yang ramai adalah meme dan menggoreng isu tersebut, sehingga kita hanya ribut di meme dan gorengan,” kata Ketua Pengurus Cabang Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Kabupaten Pekalongan Eko Ahmadi pada acara Bedah Buku Islam Berkebudayaan, Akar Kearifan Tradisi, Ketatanegaraan, dan Kebangsaan karya M Jadul Maula yang diselenggarakan di Pendopo Bupati Pekalongan, Jumat (15/11) siang.

Bupati Pekalongan H Asip Kholbihi mengatakan, dalam memahami Islam harus juga memahami akar budayanya, karena sejarah dan akar tradisi Islam kita justru berkembang karena menggunakan instrumen budaya dan budaya menjadi wasilah mengembangkan Agama Islam.

“Termasuk wayang kulit adalah produk asli para Wali Songo, untuk mengembangkan Islam dengan pendekatan budaya,” kata Bupati.

Selain itu, kata Bupati, dengan membaca buku tersebut, masyarakat akan lebih menghargai orang lain, berlaku toleran, dan memandang Allah sebagai dzat yang welas asih. 

“Agama tidak hanya dipandang sebagai ritual, kesalehan sosial, yang lebih penting menghargai keyakinan dan menghargai budaya berbagai suku yang ada di Nusantara,” ujarnya.

Ditambahkan Bupati, dalam halaman awal, buku ini mengupas hadis tentang menuntut ilmu sampai ke Negeri China, yang bisa dipahami bahwa entitas China sebagai bangsa yang maju pada masa itu, dan juga China berarti jauh artinya keharusan mencari ilmu sejauh mungkin. 

“Pada abad ke-6 ada hubungan antara China-India-Arab dan Jawa khususnya dalam hal perdagangan, terutama kain atau katun yang didatangkan dari India sehingga kita tidak kekurangan komoditas tersebut,” tutur Bupati.

Untuk itu tidak heran, tambah Bupati, jika Pekalongan yang berada di daerah pesisir dan juga merupakan jalur sutra perdagangan, tidak pernah kekurangan bahan baku pakaian. Maka wajar jika sekarang menjadi penghasil Batik terbesar kemudian disusul Solo, Jogja, dan Cirebon. 

“Hal itu dikarenakan suplai bahan baku sudah terjadi sejak awal masehi dan didukung SDM yang secara kultural sudah terjalin interaksi tentang bagaimana cara membikin pakaian, dan mengembangkan pakaian itu menjadi lebih baik, proses ini kita alami,” imbuhnya.

Kepada NU Online, Senin (18/11) Eko mengatakan, bagi NU yang di dalamnya ada Lesbumi, dalam membangun cara berpikir publik, NU memberikan ruang kepada masyarakat Kabupaten Pekalongan agar memahami Islam dengan pendekatan budaya sehingga dapat melihat perbedaan dengan kacamata yang lebih bijak. 

“Melalui acara ini kita ajak masyarakat, para santri, dan pemuda Kabupaten Pekalongan untuk membudayakan literasi, sehingga akan mendorong sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun lahir batin kabupaten Pekalongan agar selamat dunia akhirat,” terangnya.

Dalam acara tersebut hadir Ketua PCNU Kabupaten Pekalongan KH Muslikh Khudori, Wakil Rektor IAIN Pekalongan H Muhlisin, Kepala Kemenag H Kasiman Mahmud Desky, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan Hj Sumarwati, perwakilan mahasiswa serta praktisi pendidikan di Kabupaten Pekalongan.

Pewarta: Abdul Muiz
Editor: Musthofa Asrori