Daerah

Lebaran Ketupat di Masjid Panembahan Bodho

Sel, 5 Agustus 2014 | 09:03 WIB

Bantul, NU Online
Syahdu malam di kawasan yang kental nuansa perkampungan menyeruak seiring dengan menyelinapnya dingin angin di tengkuk. Jarum jam sudah menunjukkan angka kembar, 11. Lantang pengeras suara di masjid melantunkan pujian dalam nada Jawa kuno kepada sang kekasih Nabi Muhammad SAW.

Sedikit aneh ketika pujian berbahasa Arab yang diambil dari kitab kumpulan syair Barzanji ditembangkan dengan iringan seperangkat kendang lengkap dengan sebuah rebana besar yang digantung bak gong. Rebana ini mirip dengan beduk tapi tipis dengan kulit hanya di satu sisinya.

H Walid, seorang pengurus masjid Sabilurrosyad tempat di mana Lebaran Ketupat diselengarakan mengatakan, kegiatan ini sejak dahulu disebut Sholawat Maulid. Sholawat Maulid biasa dilakukan di pengujung Lebaran Ketupat tepat di hari ke-7 Syawal 1435 Hijriah.

Saat ditanya perihal awal mula acara seperti ini dilangsungkan, H Walid menjawab, “Sejak saya masih kecil.” Kegiatan ini, menurutnya, sudah menjadi tradisi warga di sekitar masjid Sabilurrosyad di dusun Kauman Wijirejo Pandak, Bantul.

Di masa lalu, masjid yang juga dikenal dengan nama masjid Panembahan Bodho itu turut merayakan setiap kali datang peringatan harai besar Islam. “Untuk syi’ar dan ajang silaturahmi. Masyarakat di sini masih berusaha untuk terus menjaga tradisi silaturahmi melalui kegiatan ini agar jangan sampai hilang,” terang H Walid, Ahad (3/8).

H Walid melanjutkan, “Sekarang-sekarang kegiatan ini hanya dilangsungkan di setiap dua lebaran, dan satu lagi di bulan Mulud. Beda dengan zaman saya masih kecil dulu.”

Para hadirin hampir semuanya terdiri atas bapak-bapak yang sudah berumur. H Walid menjelaskan, “Ya memang karena ini kegiatan bapak-bapak. Anak-anak muda biasanya ada di belakang, nyiapke soghatan.”

“Ibu-ibu juga tidak kelihatan karena mereka punya kegiatan masak untuk persiapan bodho kupat tadi sebelum acara ini. Pembacaan sholawatan ini adalah pamungkas dari acara Syawalan atau Halal Bihalal masyarakat sekitar sini,” lanjutnya.

H Walid mengakui bahwa usaha masyarakat di sekitar masjid Panembahan Bodho yang ada di selatan pesantren Al-Imdad Kauman Bantul ini memang masih kalah dibandingkan dengan uri-uri kabudayan yang dilakukan masyarakat di sekitar dusun Mlangi Sleman. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat warga untuk terus menjaga benteng ajaran yang konon diwariskan oleh leluhur.

Masyarakat percaya bahwa tradisi ini adalah salah satu bentuk perwujudan dari metode pengajaran yang dijalankan Kanjeng Sunan Kalijogo di masa lalu.

Sementara perangkat Kaur Kesra desa Wijirejo Pandak Hariyadi menjelaskan, “Sebetulnya yang dibaca dalam acara ini sama dengan yang dibaca saat rodatan pada 1 Syawal kemarin. Tapi, kalau rodatan itu nadanya rampak dan meriah di samping juga melibatkan anak-anak muda dan remaja masjid. Sedangkan sholawat maulid di acara Lebaran Ketupat ini nadanya lebih syahdu.” (M Yusuf Anas/Alhafiz K)