Daerah

Lebaran Ketupat di Durenan Trenggalek Marak

NU Online  ·  Rabu, 3 Desember 2003 | 01:11 WIB

Trenggalek, NU Online
Tradisi lebaran ketupat (kupatan) di wilayah Kecamatan Durenan, Trenggalek, Jawa Timur, Selasa (2/12) kemarin berlangsung marak. Ribuan pengunjung dari dalam dan luar kota 'tumplek blek' membanjiri kecamatan paling timur kabupaten yang dua petiga wilayahnya berupa pegunungan ini. Akibatnya, beberapa jam, jalur lalu lintas macet lantaran dipadati arus kendaraan bermotor.

Ratusan polisi, Satpol PP dan Hansip disiagakan untuk mengatur kelancaran arus lalu lintas. Puncak kemacetan terjadi antara pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Titik kemacetan terjadi di sekitar perempatan Durenan. ''Ya, setiap tahun, suasana lebaran ketupat memang seperti ini,'' ujar Mugianto, pegawai Dinas Pariwisata yang siang membagi-bagikan selebaran promosi wisata Trenggalek kepada para pengunjung yang lewat di jalan raya.

<>

Bagi warga Durenan dan sekitarnya, lebaran ketupat memang sudah menjadi tradisi turun temurun. Itu sebabnya, sanak keluarga dari luar daerah ini, selalu memilih bersilaturrahmi lebaran ke Durenan pada lebaran ketupat. ''Di Durenan, ramainya memang pada lebaran ketupat seperti ini,'' kata warga.

Yang istimewa, dalam lebaran ketupat, hampir setiap rumah warga menyediakan makanan ketupat khas Durenan. Setiap pengunjung yang datang silaturrahmi, mereka disuguhi makanan ketupat lengkap dengan lauk pauknya. ''Siapapun yang bersilaturrahmi, warga Durenan selalu menyiapkan makanan ketupat lengkap dengan lauknya,'' kata warga Durenan.

Sayangnya, tradisi warisan leluhur ini kini mulai terkesan 'berbelok arah'. Pasalnya, pengunjung yang datang bukan semata-mata sowan ke kiai atau sanak keluarga untuk silaturrahmi lebaran. Tapi, banyak pengunjung -terutama kalangan ABG (Anak Baru Gede) yang ikut menyemarakkan kupatan Durenan sekedar untuk mejeng dan cuci mata.

Ini terbukti, di pinggir-pinggir jalan, terlihat para ABG duduk-duduk diatas sepeda motornya. Mereka tidak bersilaturrahmi lebaran ke sanak keluarganya. ''Saya datang ke Durenan hanya sekedar untuk cuci mata. Kan suasananya selalu ramai dan banyak cewek-ceweknya,'' ujar Andi, ABG asal Tulungagung sambil mejeng di atas sepeda motornya.

'Salah kaprah' menafsirkan makna lebaran ketupat di Durenan ini, nampaknya butuh upaya diluruskan kembali sesuai makna lebaran ketupat. ''Fenomena yang demikian, selayaknya harus diluruskan. Lambat laun, ini bisa menghilangkan makna lebaran ketupat di Durenan,'' ujar beberapa tokoh masyarakat.

Selama berlangsung kupatan, barangkali kediaman KH Abdul Fattah Muin di Desa/Kec. Durenan termasuk lokasi yang jadi jujugan para pengunjung. Maklum, di pondok Pesantren Babul Ulum inilah cikal bakal tradisi lebaran ketupat Durenan dikembangkan. Tradisi kupatan ini biasanya digelar pada hari kedelapan bulan Syawal.

Dalam riwayatnya, semula, kupatan Durenan hanya dilakukan ahlul bait Bani Masir atau Mbah Mesir. Namun, belakangan, tradisi ini sudah merambah ke desa-desa lain. Misalnya, Desa Ngadisuko, Kendalrejo, Semarum, Pakis dan Pandean di Kecamatan Durenan. ''Perintis lebaran ketupat ini adalah Mbah Mesir ,'' kata Abdul Fattah Muin, salah seorang keturunan Bani Masir.

Mbah Mesir adalah panggilan akrab KH Abdul Masyir, seorang kiai terkenal di Durenan. Beliau merupakan putra kiai Yahudo, Slorok, Pacitan, yang masih keturunan Mangkubuwono III, salah seorang guru Pangeran Diponegoro. Sebagai kiai terkenal, beliau punya hubungan erat dengan kenjeng Bupati Trenggalek saat itu.

Kerena keakrabannya ini, setiap  usai shalat 'id, Mbah Mesir selalu diundang Bupati ke pendopo. Di sini, Mbah Mesir biasanya menjalankan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut dan setelah itu pulang ke rumahnya di Durenan. ''Saat itulah, biasanya para santri dan warga sekitar berdatangan untuk silaturrahmi lebaran kepada Mbah Mesir,'' kata KH Abdul Fattah Muin.

Sepeninggal Mbah Mesir, tradisi kupatan diteruskan anak cucunya. Hingga sekarang, tradisi kupatan masih terus berlangsung dan bertambah ramai. ''Kupatan lebaran di Durenan ini memang ada riwayatnya. Jadi, warga di sini tak sekedar melakukan kupatan begitu saja,'' kata warga Durenan.(kd-mhb)


 

 


Â