Daerah

LDNU Pekalongan: Tradisi dan Budaya Lokal Penguat Agama Islam

NU Online  ·  Rabu, 22 Mei 2019 | 05:00 WIB

LDNU Pekalongan: Tradisi dan Budaya Lokal Penguat Agama Islam

Ketua LDNU Kabupaten Pekalongan, KH Ahmad Syafik

Pekalongan, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (PC LDNU) Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah KH Ahmad Syafik mengatakan, tradisi dan budaya lokal berperan besar dalam penyebaran agama Islam sebagai agama yang mudah diterima oleh masyarakat. 

"Peran budaya tidak lantas hilang setelah era penyebaran Islam, keberhasilan agama Islam bertahan di Nusantara justru terjadi karena adanya akulturasi budaya," ujarnya saat menyampaikan taushiyah pada Tarawih dan silaturahim keliling (Tarkhim) PCNU Kabupaten Pekalongan, Sabtu (18/5) malam.

Ritual keagamaan masih dipraktikkan tanpa menyingkirkan faktor tradisi seperti misalnya upacara megengan, nyadran dan tahlilan. “Tradisi dan budaya lokal itu yang justru menjadi pengikat sekaligus penguat agama Islam,” ujar KH Ahmad Syafik.

“Saben malem jumat ahli kubur mulih nang umah. Kanggo njaluk dungo wacan qur'an najan sak kalimat. Lamun ora dikirimi banjur bali mbrebes mili. Bali nang kuburan mangku tangan tetangisan (setiap malam Jumat ahli kubur pulang ke rumah, untuk meminta doa bacaan Qur'an walau satu kalimat, namun jika tidak dikirimi terus kembali ke kuburan sambil berpangkutangan dan menangis-Red), syair yang mengingatkan akan pentingnya baca Al-Qur'an,” terang Ketua LDNU PCNU Kab Pekalongan.

Dijelaskan, moment Ramadhan hingga awal Syawal dipenuhi dengan berbagai tradisi yang khas daerah masing-masing. Ada tradisi megengan dan saling memohon maaf di awal Ramadhan. Ada tradisi weweh maleman (memberi makanan) seperti pada malam malam ganjil Ramadhan. Menjelang Syawal hingga setelah shalat Idul Fitri ada lagi tradisi nyadran atau nyekar (ziarah kubur). Kupatan pada tanggal tujuh Syawal menjadi penutup rangkaian tradisi-tradisi itu.

“Sehingga kita bisa fahami bahwa tradisi itu simbol. Instrumen pengingat yang paling efektif adalah simbol. Simbol adalah pengingat,” terang Kiai Syafik.

Dirinya mencontohkan, tradisi sedekah bumi sebagai simbol untuk mengingatkan kita bahwa manusia harus selalu bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat berupa kesuburan tanah dan melimpahnya hasil panen. "Melalui sedekah bumi, masyarakat dapat saling mengenal sehingga tercipta kondisi yang guyub-rukun. Begitu juga dengan tradisi ziarah kubur sebagai simbol pengingat manusia akan kehidupan sementara di dunia," jelasnya. 

Selain itu, dengan mulianya para Wali yang tempat peristirahatan terakhirnya banyak dikunjungi, cukuplah menjadi simbol agar manusia berlaku baik selama hidupnya sehingga menjadi seorang kekasih yang dikasihi Tuhannya.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah KH Muslikh Khudlori kepada NU Online, Selasa (21/5) menjelaskan, kegiatan tarawih dan silaturahim keliling bertujuan memakmurkan bulan Ramadhan, serta menjalin silaturahmi dengan masyarakat nahdliyin untuk meneguhkan amaliah NU di masyarakat.

"Kita ingin momentum ramadhan ini untuk merajut kebersamaan antara warga NU dengan pengurus NU di semua tingkatan melalui program tarawih dan silaturahim keliling," jelasnya.

Menurutnya, melalui program tarkhim, NU bisa menyampakan kepada masyarakat tentang apa dan bagaimana program NU. Selain itu, kebersamaan yang dirajut melalui tarkhim dapat memperkuat Ukhuwah Nahdliyah, sehingga NU di Kabupaten Pekalongan semakin kuat dan bertambah maju. (Muiz