Komunitas Pegon Temukan Karya Syekh Nahrawi di Banyuwangi
NU Online · Selasa, 11 Juli 2017 | 22:09 WIB
Salah seorang ulama Nusantara yang terkemuka pada akhir abad XIX di Haramain adalah Syekh Nahrawi Al-Banyumasi. Ia adalah guru besar di Masjidil Haram yang semasa dengan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syekh Mahfudz Termas.
Ulama asal Banyumas ini juga merupakan guru pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan semasa keduanya belajar di Mekkah.
Sayangnya, kiprah Syekh Nahrawi yang cukup masyhur pada masanya itu, laksana hilang terkubur pada masa kini. Tak banyak catatan yang menulis tentang biografinya atau karya-karyanya.
Direktur Islam Nusantara Center (ICN) Ahmad Ginanjar Sya'ban dalam bukunya yang terbaru, Mahakarya Islam Nusantara (2017), hingga saat ini, masih belum menemukan karya intelektual Syekh Nahrawi.
Amirul Ulum, salah seorang penulis biografi ulama Nusantara, juga tak mencantumkan satu judul pun karya Syekh Nahrawi saat mengupas biografinya. Dalam bukunya, Ulama-Ulama Aswaja Nusantara yang Berpengaruh di Negeri Hijaz (2015), ia hanya menulis tentang Syekh Nahrawi sebagai guru besar di Masjidil Haram dan mursyid tarekat Syadiliyah. Tak disinggung sedikitpun tentang karyanya.
Di tengah "hilangnya" jejak intelektual putra KH Harja Muhammad itu, Komunitas Pegon berhasil menemukan sebuah karya intelektual Syekh Nahrawi. Komunitas yang bergerak di dalam mendokumentasi dan memublikasi sejarah pesantren dan NU di Banyuwangi itu, menemukannya dari koleksi kitab KH. Abdullah Faqih, Cemoro, Songgon.
"Kami menemukannya saat memeriksa empat kardus dari tujuh kardus kitab peninggalan Kiai Faqih Cemoro," kata Koordinator Komunitas Pegon Ayung Notonegoro saat ditemui di markasnya yang berada di kompleks Kantor PCNU Banyuwangi, Senin (10/7).
Kitab langka ini, terang Ayung, merupakan catatan (ta‘liq) dari Risalah Isti'arat karya Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, salah seorang mufti Mekkah dari madzab Syafi’iyah yang menjadi guru para ulama besar di Indonesia. Termasuk juga Syekh Nahrawi sendiri. "Kitabnya hanya terdiri dari 8 halaman," tutur Ayung.
Kitab ini, diterbitkan oleh Mathba'ah Taraqi Al-Majidiyah al-Utsmaniyah di Mekkah pada 1331 H atau sekitar 1912 M. Penerbit ini, dikenal sebagai pencetak utama karya-karya ulama Nusantara di Mekkah yang dimiliki oleh adik ipar Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. "Di dalamnya tidak ada keterangan kapan Syekh Nahrawi memulai ataupun menyelesaikan karyanya tersebut," kata Ayung.
Dengan penemuan kitab langka ini di Banyuwangi, Ayung meyakini bahwa keterlibatan ulama-ulama Banyuwangi pada awal abad ke-20 telah berjejaring dengan ulama lainnya. Tidak hanya di Nusantara, tapi juga di dunia.
"Banyak sebenarnya, kiai-kiai Banyuwangi pada masa awal abad ke-20 yang telah berjejaring dengan ulama-ulama besar Nusantara, bahkan hingga ke Haramain. Selain Kiai Faqih, ada juga Kiai Saleh Lateng, Kiai Syamsuri Singonegaran dan juga Kiai Manan Berasan," jelasnya.
Tetapi, keluh Ayung, kiprah para kiai Banyuwangi tersebut tak banyak terungkaps sehingga kiprah kiai Banyuwangi seolah tak ada dalam perbincangan khazanah Islam Nusantara di Indonesia.
"Atas keprihatinan ini, kami menginisiasi Komunitas Pegon," pungkasnya. (M Sholeh Kurniawan/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua