Jakarta, NU Online
Gempa bumi berkekuatan 7,0 skala richter mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, 5 Juli 2018 lalu sekitar pukul 18.46 WIB atau 19.46 WITA. Hal ini membuat bangunan-bangunan roboh dalam waktu sekejap.
Tak terkecuali rumah Bendahara Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) NTB Fauzan Basri yang letaknya tak jauh dari pusat gempa, Lombok Utara.
"Selesai shalat Isya, datang gempa dengan sekejap meluhlantakkan semua bangunan yang di Lombok Utara karena gempanya asli kencang dan keras," katanya kepada NU Online, Senin (13/8).
Kebetulan, ia sedang berada di luar rumah sehingga tidak tertimpa bangunan. Sementara keluarganya yang berada di dalam rumah juga masih dalam keadaan terjaga sehingga langsung melarikan diri meskipun ada yang tertimpa serpihan bangunan.
Setelah tenang, ceritanya, semua lari mencari dataran tinggi karena isunya air laut sudah naik. Hal tersebut membuat orang yang meninggal tertimpa reruntuhan bangunan pun belum bisa dievakuasi pada malam itu, melainkan dievakuasi pada pagi harinya.
Pria yang akrab disapa Jek itu menuturkan bahwa bangunan rumahnya yang hancur itu mengubur harta keluarganya. Ia juga mengatakan bahwa uang yang ia miliki pun ikut tertimbun sehingga tak bisa diselamatkan.
"Semua jenis harta hampir sudah tertimbun rata oleh bangunan reruntuhan," kisahnya.
Jek dan keluarganya berharap agar pemerintah dapat membantu untuk kembali membangun rumahnya. "Harapan masyarakat saat, bagaimana caranya agar bisa rumahnya kembali atau dibantu oleh pihak pemerintah," katanya.
Sementara kebutuhan mendasar, seperti makanan dan minuman sudah cukup terpenuhi. Meskipun hal itu, menurutnya, belum maksimal mengingat penerangan belum masuk di wilayah pedalaman.
"Kebutuhannya masih belum maksimal, alat penerang masih belum nyala di dusun pedalaman," pungkasnya. (Syakir NF/Fathoni)