Daerah HARI SANTRI 2020

Kiai Abdul Hadi Ashfiya, Ulama Pejuang dari Banjar

Kam, 22 Oktober 2020 | 08:15 WIB

Kiai Abdul Hadi Ashfiya, Ulama Pejuang dari Banjar

Makam Kiai Abdul Hadi Ashfiya Banjar. (Foto: NU Online/Siti Aisyah) 

Banjar, NU Online 

Kiai Abdul Hadi Ashfiya merupakan ulama pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Abdul Hadi Ashfiya lahir pada awal tahun 1900-an. Ayahnya bernama Kiai Ashfiya yang merupakan salah satu putra keturunan prajurit Pangeran Diponegoro di daerah Lebeng, Cilacap, Jawa Tengah.  

 

Konon, daerah Lebeng berasal dari kata lubang. Karena dahulu pasukan Diponegoro sebagian lari ke daerah Lubang, suatu daerah di Purworejo. Lalu oleh Belanda dibuang ke Cilacap, Jawa Tengah. Karena pengalihan bahasa orang Belanda, kata Lubang berubah menjadi Lebeng, hingga sekarang dinamai daerah Lebeng. Bahkan konon, stasiun kereta api Lebeng didirikan oleh Belanda dengan salah satu tujuannya untuk membuang pasukan Diponegoro.

 

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya keturunan Purworejo dan Yogyakarta yang di daerah Lebeng, Kesugihan, dan sekitarnya. Kiai Ashfiya (ayah Kiai Abdul Hadi) merupakan salah satu prajurit Diponegoro yang sembunyi di Lubang, namun ketahuan oleh Belanda dan dibuang ke daerah Cilacap yang sekarang bernama Lebeng. 

 

Kiai Abdul Hadi Ashfiya pernah mesantren di Bendo, Pare Kediri dan Pesantren Jampes Kediri yang diasuh oleh Syekh Ihsan Dahlan Jampes, pengarang kitab Sirojut Tholibin. Ketika mesantren di Jampes, Kiai Hadi berteman akrab dengan Kiai Soleh, putra Kiai Marzuki Citangkolo, Kujangsari Kota Banjar. Persahabatan tersebut terus berlanjut hingga pada akhirnya Kiai Abdul Hadi Ashfiya menikah dengan adik Kiai Soleh yang bernama Nyai Azizah.  

 

Pejuang dari Banjar 
Tahun awal 1940 Kiai Abdul Hadi mulai berjuang di Banjar. Membersamai Kiai Abdul Hamid Pangkalan Langkap Lancar Pangandaran atau yang terkenal dengan Ajengan Pangkalan. Rasa nasionalisme Kiai Hadi, selalu membara di mana pun berada. Hal ini wajar saja, karena ayahnya yang lahir dari keluarga pejuang.  

 

Hal ini dapat terbukti dari perjalanan hidupnya yang lahir di Lebeng, Cilacap, mesantren di Jawa Timur dan menjadi pejuang di Banjar Jawa Barat, ibaratkan 'di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung'. 


Pada tahun 1946, saat meletusnya peristiwa Bandung Lautan Api, Kiai Hadi ikut berperang membersamai Ajengan Pangkalan Langkaplancar Pangandaran. Ajengan Pangkalan merupakan pimpinan komando di wilayah Priangan Timur. Sedangkan Kiai Abdul Hadi, membawahi komando Banjar. Berdasarkan data yang berhasil didapatkan NU Online, di antara pasukan di bawah komando Kiai Hadi yang terlacak di antaranya yaitu Mbah Abdul Wahab dan Mbah Hasyim dari Kujangsari Banjar. 

 

Mendekati tahun 1960-an, Ajengan Pangkalan dicurigai sebagai bagian dari DI TII oleh PKI. Begitu pula Kiai Abdul Hadi Ashfiya pernah dituduh demikian. Bahkan Kiai Abdul Hadi bersama dua teman lainnya (Kiai Jawahir dan satu kiai kainnya) pernah diculik oleh (GS) Gerakan Siluman yang notabene adalah PKI. Naas, kedua teman Kiai Hadi tewas dibunuh, hanya Kiai Abdul Hadi yang selamat. 

 

Di tengah perjuangannya membela Republik, ia juga mengajar di sebuah pesantren di daerah Kujangsari Kota Banjar yang dirintis oleh Kiai Marzuki, yang tak lain adalah mertuanya. Tak hanya itu, Kiai Hadi juga mempunyai pengajian rutinan bersama masyarakat yang tersebar di daerah Ciamis Timur (Banjar, Pataruman, Bojongkantong, Langensari, hingga Lakbok).

 

Di antara kitab yang dikaji dalam pengajian rutinan yaitu kitab Tafsir Jalalain, Fathul Qorib, Sulamun Taufik, Durotunnasihin, dan Bidayatul Hidayah. Kini, makam Kiai Abdul Hadi Ashfiya berada di Kompleks Pesantren Citangkolo, Kota Banjar,Jawa Barat. 

 

Kontributor: Siti Asiyah
Editor: Kendi Setiawan