Ketua PCNU Subang Sebutkan Relasi Kezaliman Myanmar dan Kisah Kurban Nabi Ibrahim
NU Online · Ahad, 3 September 2017 | 01:04 WIB
Idul Adha merupakan hari raya yang berkaitan erat dengan ibadah haji yang ritualnya berkaitan pula dengan sosok nabi yang disegani oleh agama samawi, yaitu Nabi Ibrahim AS. Dengan penuh keikhlasan Nabi Ibrahim rela mengorbankan putra kesayangannya. Hal itu dilakukan tiada lain semata-mata hanya karena mengharap ridha dari Allah SWT.
Mengenai hal ini, menurut Ketua PCNU Subang KH Musyfiq Amrullah mengatakan, ada hikmah tersembunyi dalam kisah Nabi Ibrahim dan putranya, yaitu berupa kasih sayang Allah SWT agar umat manusia menghentikan kegiatan mengorbankan manusia yang lainnya.
“Pada masa Nabi Ibrahim dan umat sebelumnya, manusia sering mengorbankan manusia lainnya untuk dijadikan sebagai ‘wadal’ atau ‘sesajen’ kepada Tuhan-tuhan yang mereka sembah,” kata Kiai Musyfiq di Pesantren Attawazun, Kalijati, Subang, Sabtu (2/9).
Ia mencontohkan beberapa ritual umat terdahulu, misalnya penduduk Mesir pada saat itu sering menjadikan gadis cantik sebagai wadal untuk Dewi sungai Nil, begitupun penduduk Kan’an (irak) yang sering menjadikan bayi-bayi sebagai persembahan untuk Dewa Baal, Suku Aztek di Meksiko menyerahkan jantung dan darah mereka yang dipersembahkan kepada Dewa Matahari, di Eropa Utara orang-orang Viking yang tadinya mendiami Skandinavia mengorbankan pemuka-pemuka agama mereka kepada Dewa Perang Odin.
“Fenomena sejarah tersebut memberikan kesan bahwa pada saat itu nyawa manusia begitu murah, manusia membunuh manusia yang lainnya seolah sudah menjadi hal yang biasa bahkan dianggap sebagai kewajiban, dengan dalih untuk dijadikan sebagai ‘sesajen’ atau persembahan untuk Tuhan yang mereka sembah,” kata Pengasuh Pesantren Attawazun itu.
Namun demikian, kata dia, pada saat itu tidak semua orang setuju dengan praktik sesajen itu, adapula yang menolaknya sehingga Nabi Ibrahim datang memberikan solusi jalan tengah. Saat itu Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi Ismail AS.
“Akhirnya Nabi Ibrahim menyembelih putranya, namun Kuasa Allah mengubah sosok Nabi Ismail dengan seekor domba, Nabi Ismail pun selamat, inilah bentuk kasih sayang Allah kepada kita semua sebagai manusia, manusia jangan dikurbankan, cukup hewan saja yang dikurbankan,” katanya.
Ia menambahkan, kisah Nabi Ibrahim ini mestinya dijadikan sebagai dasar untuk memuliakan manusia, tidak mengorbankan manusia apalagi sampai membunuhnya. Ironisnya, walaupun sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sudah berlalu sejak berabad-abad silam, namun sampai hari ini masih saja banyak ditemukan kejadian manusia membunuh manusia yang lainnya, dan yang paling aktual adalah kasus Rohingya.
“Myanmar harus berkaca pada kisah Nabi Ibrahim, sebab membunuh manusia itu tidak dibenarkan,” tambahnya.
Di momentum Idul Adha ini Kiai Musyfiq mengajak kepada seluruh umat manusia untuk menebarkan kasih sayang kepada sesama dan mengurbankan sifat-sifat binatang yang ada dalam diri kita seperti rakus, ambisi yang tak terkendali, menghalalkan segala cara, menindas, menyerang, membunuh, dan tidak mengenal hukum atau norma-norma yang ada. (Aiz Luthfi/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
2
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
3
PBNU Buka Suara Atas Tudingan Terima Aliran Dana dari Perusahaan Tambang di Raja Ampat
4
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
5
Presiden Pezeshkian: Iran akan Membuat Israel Menyesali Kebodohannya
6
Israel Serang Militer dan Nuklir Iran, Ketum PBNU: Ada Kegagalan Sistem Tata Internasional
Terkini
Lihat Semua