Daerah

Ketika Umat Islam Kekinian Kembali Hidupkan 'Berhala Sosial'

Sel, 29 Oktober 2019 | 02:15 WIB

Ketika Umat Islam Kekinian Kembali Hidupkan 'Berhala Sosial'

KH Agus Usamah Zahid dalam Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan atas kerjasama LDNU dengan Mabes Polri, di Pesantren An-Nadwah, Lambangsari, Tambun Selatan, Sabtu (26/10). (Foto: NU Online/Aru Elgete)

Bekasi, NU Online
Sebelum Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT, masyarakat Arab semula adalah jahil. Kemudian setelah menjadi seorang utusan Allah, Nabi Muhammad mendobrak tradisi lama yang lama menjadi sebuah kebudayaan baru yang lebih baik.
 
Demikian diungkapkan intelektual muda Nahdlatul Ulama Kabupaten Bekasi KH Agus Usamah Zahid dalam pembukaan Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan atas kerjasama Lembaga Dakwah (LD) NU dengan Mabes Polri, di Pesantren An-Nadwah, Lambangsari, Tambun Selatan, Sabtu (26/10).
 
“Ketika itu, Rasulullah membongkar paksa semua berhala. Namun utamanya bukan berhala dalam hal ketauhidan, tetapi berhala sosial,” kata Kiai Usamah. 
 
Sayangnya, lanjut dia, berhala sosial yang sudah dihancurkan Nabi Muhammad justru dihidupkan dan dilestarikan kembali oleh umat Islam kekinian. Akhirnya, justru memunculkan ideologi-ideologi ekstrem yang takfiri dan intoleran. Sehingga berujung pada sikap anti perbedaan, bahkan terorisme.
 
"Inilah yang kemudian menjadi keprihatinan kita untuk sama-sama mengantisipasi dan mereduksi paham-paham ekstrem yang berujung pada terorisme," kata Bendahara LDNU Kabupaten Bekasi ini.
 
Kiai muda jebolan Pondok Buntet Pesantren Cirebon ini mengungkapkan, sudah sangat tepat ketika pihak kepolisian mengajak kerjasama dengan organisasi semacam NU. Sebab, hanya NU yang mampu meredam gerakan terorisme.
 
"Selain NU, masih diragukan. Justru masih bisa kita curigakan yang barangkali bersekutu dengan paham-paham ekstrem itu," jelas Pengurus Pusat Rijalul Ansor ini.
 
Sementara itu, Ketua PCNU Kabupaten Bekasi KH Bagus Lukhito mengatakan bahwa hampir setiap saat terjadi penangkapan teroris di Bekasi. Sejak September hingga Oktober ini sudah 27 orang yang ditangkap oleh Densus 88 di Bekasi.
 
"Ada jaringan JAD. Termasuk yang terakhir, penusuk Pak Wiranto adalah orang Bekasi. Terakhir ada lima orang ditangkap dalam radius tidak jauh dari kantor PCNU Kabupaten Bekasi," kata Kiai Bagus.
 
Hal yang mesti diketahui, menurutnya, saat ini para teroris sudah berganti penampilan. Kalau yang biasanya identik dengan pakaian bercadar dan bercelana cingkrang, sekarang sudah tidak lagi seperti itu. 
 
Berubah Penampilan
"Mereka ingin penampilannya tidak bisa teridentifikasi. Mereka sudah berubah wujud atau penampilan," katanya. 
 
Kemudian, Kiai Bagus mengungkapkan bahwa dirinya tidak sepakat jika orang-orang yang terpapar paham radikalisme diperangi. Sebab jika dikatakan perang, maka akibatnya para teroris itu akan semakin melawan dan menjauh. Bahkan, membuat kekuatan baru untuk melawan.
 
"Saya tidak setuju dengan kata-kata memerangi. Tapi juga jangan merangkul orang-orang yang terpapar radikalisme, karena bisa jadi kita akan kalah. Sesuatu yang baik dan bijak itu adalah disadarkan," kata kiai pensiunan polisi ini.
 
Ia berpesan kepada para pendakwah, agar jangan melulu berceramah dengan tema-tema keagamaan. Tetapi juga harus disisipkan berbagai materi tentang kebangsaan, tentang rasa cinta Tanah Air.
 
"Karena kalau tidak ada materi ceramah mengenai nilai-nilai kebangsaan dan kemudian kita selalu menyerang mereka dengan dalil-dalil keagamaan, mereka akan menjauh. Bahkan akan membuat kekuatan sendiri untuk melawan kita di kemudian hari," kata Kiai Bagus.
 
Para teroris itu, lanjutnya, selalu mengatasnamakan agama dalam berbagai tindak-tanduknya. Hal tersebut menjadi kesulitan tersendiri untuk bisa membasmi paham radikalisme. "Sebab kalau terlalu keras, para teroris itu akan mengatakan bahwa kita anti-Islam," katanya.
 
Kiai Bagus mengungkapkan bahwa cara-cara zaman dulu untuk membasmi terorisme itu sudah tidak lagi efektif. Sebab, tantangan pada setiap zaman selalu berubah. Karenanya, cara yang digunakan harus juga diubah. 
 
"Kalau kita tidak mengikuti mereka, tidak mengetahui gerak-gerik mereka, tidak bisa mengidentifikasi mereka, maka kita akan ketinggalan. Maka, harus dilakukan dengan cara-cara elegan dan baik," pungkasnya.
 
Seminar Kebangsaan ini, mendatangkan tiga narasumber. Di antaranya adalah mantan napi teroris atau teroris hijrah Ustadz Haris Amir Falah, pengampu ngaji online dan Kopdar Ihya' Gus Ulil Abshar Abdalla, serta Ketua PP GP Ansor Hasanuddin Ali. 
 
Kegiatan tersebut dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, tetapi didominasi pelajar dan mahasiswa. Antara lain PMII, IPNU-IPPNU, Komunitas Gusdurian, Muslimat NU, dan Fatayat NU Bekasi.
 
Kontributor: Aru Elgete
Editor: Musthofa Asrori