Daerah

Kerukunan Bermasyarakat Perlu Ditingkatkan

Ahad, 20 Februari 2011 | 02:20 WIB

Jepara, NU Online
Konflik antar umat beragama yang terjadi di Indonesia lantaran dipicu oleh hal-hal sepele diantaranya diadudomba. Imbasnya, konflik beragama terjadi dan akan meruntuhkan keuntuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam lingkup yang kecil, masyarakat juga demikian, terjadinya konflik terkadang disebabkan oleh hal-hal kecil. Oleh karenanya perlu ditingkatkan kerukunan sesama masyarakat. Demikian disampaikan H Maftuchin Budiyono, petinggi desa Margoyoso, kecamatan Kalinyamatan dalam Peringatan Maulid Nabi di Masjid al-Falah, Jum’at malam (18/2).<>

Menurutnya, untuk menjaga kerukunan ketika dijumpai masalah maka solusinya dengan jalan bermusyawarah. “Setiap masalah pasti ada solusinya. Solusi tersebut bisa ditempuh dengan jalan bermusayawarah,” tuturnya.

Menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) kabupaten Jepara tahun 2012 mendatang dia berharap meski berbeda ideologi serta partai politik kerukunan tetap dijaga sebaik-baiknya. “Saya berharap Pemilukada mandatang desa ini tetap kondusif. Berbeda logo politik boleh-boleh saja tetapi kerukunan bermasyarakat harus tetap dijaga,” harapnya.

Sementara, Nadhir Masjid al-Falah, KH Muchlisul Hadi dalam kata sambutannya mengungkapkan agar umat Islam selalu istiqamah syiar Islam di Musholla dan Masjid. Karena masih dalam momentum Maulid Nabi, ungkapnya syiar Islam dilakukan dengan pembacaan shalawat dan al-Barjanzi untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

“Marilah kita selalu syiar Islam dimanapun kita berada. Agar perkembangan Islam semakin tampak,” ungkap pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Huda.

KH Muhammad Nasir Muhyi, penceramah asal Semarang dalam taushiyahnya lebih banyak menguraikan perkara Bid’ah yang kerap digembor-gemborkan oleh golongan Wahabiyah. Menurut Gus Nasir, sapaan akrabnya, beliau menyatakan tradisi yang dilaksanakan warga Nahdliyyin memang belum pernah dilakukan pada Era Nabi. Kalau memang bermuara kepada kebaikan, lanjut penulis buku Katanya Bid’ah Ternyata Sunnah (2010) kenapa harus dilarang. (qim)