Daerah

Keistimewaan Tadarus Al-Qur'an di Bulan Ramadhan

Rab, 29 April 2020 | 05:00 WIB

Keistimewaan Tadarus Al-Qur'an di Bulan Ramadhan

Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul (LBMNU) Ulama Kabupaten Kudus, Jawa Tengah KHM Yusrul Hana Sya’roni (Foto: NU Online/M Farid)

Kudus, NU Online
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul (LBMNU) Ulama Kabupaten Kudus, Jawa Tengah KHM Yusrul Hana Sya’roni menjelaskan, ada empat keistimewaan yang diberikan kepada seorang hamba yang mau bertadarus Al-Qur'an di bulan Ramadhan. 
 
"Empat keistimewaan itu di antaranya ialah sakinah (ketenagan hati), rahmat yang melimpah, perlindungan dari malaikat, serta namanya selalu dibanggakan Allah dan selalu disebut-sebut oleh Allah di hadapan para malaikat," ujarnya.

Hal itu disampaikan pada pembukaan darusan umum Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK), Sabtu (25/4/) pekan lalu. 
 
“Dalam kitab Faidh al-Qadir li al-Munawi, tadarus Al-Qur'an meskipun tidak dilakukan di masjid, tetap dapat empat keistimewaan tersebut,” kata Gus Hana panggilan akrabnya.
 
Gus Hana menambahkan, saking istimewanya seorang muslim yang mau bertadarus Al-Qur'an, diibaratkan oleh Nabi Muhammad seperti utrujjah (buah jeruk). Baunya harum dan manis ketika dimakan. Buah yang disebut paling bagus di tanah Arab. Buah ini punya keistimewaan berwarna indah, yakni kuning yang menyegarkan mata. 
 
“Bapak saya dulu menyebutnya sebagai buah jeruk pepaya. Sebab baunya yang harum seperti jeruk, tapi rasanya manis, dagingnya lembut seperti papaya,” jelas putra KHM Sya’roni Ahmadi ini.
 
Sementara lanjut Gus Hana, bagi seorang mukmin yang tidak mau membaca Al-Qur'an diibaratkan seperti buah kurma. Yakni tidak berbau, tetapi manis ketika dimakan. Sedangkan orang munafik yang membaca Al-Qur'an seperti bunga telasih. 

“Harum baunya tapi pahit rasanya. Namanya juga bunga, ya meskipun wangi tetap pahit rasanya, itu ibarat orang munafik yang mau membaca Al-Qur'an,” sebutnya.

Sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur'an, ibarat handolah. Tidak hanya buahnya saja, tetapi pohonnya juga jelek. Gus Hana juga menyebutkan pendapat ayahnya yang mengibaratkan handolah sebagai bolu tengik (kue bolu yang sudah basi atau berjamur-red).
 
“Jadi tidak hanya baunya saja yang tidak enak, rasanya juga pahit,” bebernya.

Kepada NU Online, Selasa (28/4) Gus Hana menjelaskan, orang yang membaca Al-Qur'an akan tetap dapat pahala meskipun tidak paham artinya. Imam Ahmad bin Hanbal pernah bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara bertaqarrub paling baik. Kemudian dijawab oleh Allah yaitu orang yang bertaqarrub dengan kalam Allah (membaca Al-Qur'an). Baik itu paham artinya ataupun tidak paham artinya.
 
“Makanya, mumpung di bulan Ramadhan mari kita banyak-banyak membaca Al-Qur'an. Bahkan Nabi sendiri saat Ramadhan juga sering menggelar tadarus Al-Qur'an bersama malaikat Jibril,” terang Gus Hana. 
 
Hal itu lanjutnya, kemudian dicontoh oleh hampir semua kalangan ulama dengan memperbanyak kesempatan untuk bisa khatam Al-Qur'an. Seperti Imam Syafi’i yang bisa khatam dua kali sehari. Lalu juga Imam Bakr bin Mudlor bisa khatam Al-Qur'an tiga kali sehari.
 
“Bahkan Imam Ibnul Katib atau Husain bin Ahmad itu bisa khatam delapan kali sehari. Keterangannya saya dapat dari kitab Idzhaf. Terlebih, imbuh Gus Hana menukil keterangan dalam Tafsir Showiy, bulan Ramadhan memiliki dua perhiasan utama. Yakni perhiasan berupa Nuzulul Qur’an (diturunkannya Al-Qur'an) dan perhiasan berupa adanya Lailatul Qadr," bebernya.
 
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, darusan umum tahun ini digelar terbatas dan disiarkan secara langsung oleh Official Menara Kudus via Youtube, Facebook dan Instagram. Masyarakat umum tidak diperkenankan hadir langsung di majelis, akan tetapi bisa menyimaknya secara online melalui media sosial resmi milik YM3SK tersebut. 
 
Kontributor: M Farid
Editor: Abdul Muiz