Daerah

Katib Syuriyah NU Jember: Jangan Fanatik dalam Berpolitik

Rab, 31 Juli 2019 | 15:00 WIB

Katib Syuriyah NU Jember: Jangan Fanatik dalam Berpolitik

Katib Syuriyah PCNU Jember, Kiai Muhammad Nor Harisudin

Jember, NU Online

Kendati pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Jember masih tinggal setahun lagi, namun suasananya sudah mulai terasa. Sejumlah nama tokoh sudah terpampang balihonya di tempat-tempat srategis. Demikian juga beberapa nama kader NU yang disebut-sebut laik bertarung dalam Pilkada Jember nanti, telah muncul kepermukaan.

 

Menurut Katib Syuriyah PCNU Jember, Kiai Muhammad Nor Harisudin, munculnya sejumlah nama tokoh NU di bursa Pilkada menunjukkan bahwa NU mempunyai stok tokoh yang cukup memadai. Regenerasi berhasil.

 

“Itu berarti NU tidak kekurangan stok tokoh yang laik menjadi pemimpin,” tukasnya kepada NU Online di Jember, Rabu (31/7).

 

Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember itu menambahkan, dalam setiap perhelatan politik kekuatan NU selalu diperhitungkan lantaran jumlah massanya cukup bejibun. Karena itu, tidak heran bila tokoh-tokoh yang berpengaruh di NU kadang diseret-seret untuk turun dalam gelanggang politik dengan tujuan untuk menarik massa NU.

 

“Di manapun begitu, apalagi di Jember yang penduduknya mayoritas Nahdliyin,” lanjutnya.

 

Kendati demikian, Ketua Assosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara itu mengaku tak nyaman dalam setiap hajatan Pilkada. Pasalnya, hampir bisa dipastikan akan terjadi disharmoni atau bahkan keretakan dalam persaudaraan di tubuh NU. Itu karena terjadinya polarisasi dukungan terhadap calon bupati yang ada. Tidak sekadar terjadi keretakan sebelum Pilkada, bahkan setelah Pilkada usai, disharmoni itu masih lestari.

 

“Itulah yang kita khawatirkan.Sikap tidak saling tegur, masih berlanjut meski Pilakda telah selesai,” urainya.

 

Karena itu, Kiai Harisudin berharap agar Nahdliyin dan simpul-simpul NU bisa lebih dewasa dalam berpolitik. Dikatakanya, politik hendaknya disikapi secara wajar. Tidak perlu berlebihan dalam mendukung seseorang. Tidak ada gunanya fanatik dalam persoalan politik kecuali hanya mendatangkan musuh.

 

“Politk itu soal kekuasaan, tidak perlu dikait-kaitkan dengan agama agar tidak menimbulkan fanatisme. Tidak ada gunanya kita fanatik,” urainya. (Aryudi AR)